10 Juni 2014

Tentang Kebersamaan

Setiap orang, di jauh di dalam lubuk hatinya, pasti tidak pernah ingin merasa sendiri. Apa lagi yang lebih menyedihkan selain merasa sendiri? Seperti yang pernah Tere Liye sampaikan dalam bukunya, yang paling membuat sedih adalah saat kita tidak bisa membagi apapun kepada siapapun. Saat kita memiliki kebahagiaan, tapi hanya diri kita sendiri yang menikmatinya. Saat kita berada dalam kesedihan, tidak ada seorang pun tempat kita berbagi cerita. Kalau aku boleh menambahkan, bahkan saat tidak merasa sedang kenapa-kenapa, perasaan merasa sendiri bisa membuat ketidak kenapa-kenapa an itu menjadi sebuah kenapa-kenapa.

Kebersamaan adalah bukan tentang seberapa banyak orang yang sedang bersama kita dalam suatu tempat. Kebersamaan adalah tentang bagaimana kita merasa ada, dihargai, serta bisa memberi arti bagi orang-orang disekeliling kita. Untuk apa kita dikelilingi oleh orang banyak, tapi kita tetap merasa sendiri?  Untuk apa kita berada diantara orang banyak, tapi seperti 'keadaan yang tiada'? 

Kebersamaan terbentuk karena waktu. Walaupun waktu yang lama bukan jaminan sebuah pertemuan bisa menjadi kebersamaan. Sekarang, bayangkan sebuah masa, dimana kita benar-benar berada dalam sebuah kebersamaan. Bayangkan dari pengalaman yang sudah pernah kita alami selama hidup ini. Bayangkan bagaimana orang-orang di sekeliling kita menganggap kita ada. Bayangkan bagaimana mereka tertawa karena kita melucu. Bayangkan wajah mereka satu persatu. Bayangkan berapa banyak waktu yang telah kita habiskan bersama mereka. Kenangan apa saja yang bercokol erat dalam hati dan pikiran kita ketika mengingat mereka..

Sekarang, bayangkan ketika perasaan merasa sendiri itu menyergap. Apa yang kita rasakan? Sesak? Takut? Sesak karena terkadang kita tidak bisa melakukan apapun untuk mencegah perasaan merasa sendiri itu agar tidak datang. Takut karena bayangan tentang kesendirian itu terus menerus menghantui sudut pikir.

Alangkah indahnya jika kebersamaan itu bisa berlangsung selamanya. Namun, waktu yang awalnya menjadi pembentuk kebersamaan itu, suatu saat akan menjadi sesuatu yang harus menghapus kebersamaan itu. Kemudian kita menjadi merasa sendiri lagi.

Kita takut merasa sendiri lagi. Padahal jika kita mau mengerti, hidup ini hanyalah tentang kebersamaan yang datang silih berganti. Kita tentu pernah melewati masa-masa sekolah yang berbeda jenjang. Kita pernah memiliki satu kebersamaan yang kemudian terganti oleh kebersamaan yang lain saat kita pindah jenjang sekolah. Kita sedih saat kita berpisah dengan orang-orang yang terlanjur bisa membuat kebersamaan itu terasa ada. Tentunya ini hanya analogi sederhana. Masih banyak cerita tentang kebersamaan dari segmen terkecil dalam kehidupan kita.

Kepada setiap orang diluar sana. Hargailah setiap kebersamaan yang berhasil kalian ciptakan bersama orang-orang disekitar kalian. Karena jika kelak waktu telah habis, maka habis pula kebersamaan itu. Sayangilah mereka selagi kita sanggup. Selagi kita bisa.

Gunung Lawu, Mei 2014

Alhamdulillah, tahun ini dikasih kesempatan untuk naik gunung lagi setelah terakhir naik gunung itu bulan Maret 2013 lalu. Alhamdulillah masih ada yang ngajak, dan Alhamdulillah selalu dapet temen baru setiap pendakian. Pendakian Gunung Lawu kali ini gue ditemenin sama empat orang yang luar biasa. Pertama ada Farid. Kedua ada Pras, temennya Farid. Ketiga ada Mas Irega, temennya Farid juga. Terakhir ada Anggi, pacarnya Pras. Waktu itu hari jum'at sore tanggal 1 Mei kita ngumpul dulu di kampus setelah persiapan sana-sini. Gue sempet kerempongan karena persiapan yang cukup mepet. Maklum, berhubung belum punya semua peralatan pendakian, gue masih harus pinjem sana-sini. Hehe.

Jum'at, 1 Mei 2014 | Jam 17.00 rombongan berangkat lewat Solo.
Gue boncengan sama Farid, pakek motor matic. Pras boncengan sama Anggi pake motor matic juga. Mas Irega sendirian, naik motor yang nggak matic. Gue kan nggak ngerti yaa jalan kesananya tuh bakal kayak gimana, tapi kata Farid, motor gue kuat kok sampai sana. Akhirnya gue nurut. 

Gue duduk di boncengan sambil bawa satu tas carrier yang ukurannya 70 liter. Yang bikin nggak enak adalah karena posisi tasnya yang miring ke kanan. Sumpah sumpaaah, itu nggak nyaman banget. Meskipun beberapa kali udah dibenerin, tapi tetep aja miring. 

Begitu mau masuk arah Solo, hujan deres. Kita berhenti dan pakai jas hujan, terus jalan lagi. Sempet ada insiden Mas Irega ilang karena gue kebelet pipis terus Farid sama Pras belok di pom bensin tanpa ngasih tau Mas Irega. Tapi tenang aja, habis itu kita menemukan Mas Irega yang lagi jongkok di pinggir jalan. Selebihnya, perjalanan cukup lancar karena Pras milihin jalan yang nggak lewat kota. Malam itu langitnya masih mendung, dan di daerah mana tuh gue lupa, hujannya deres banget nggak nyantai. Akhirnya berteduh dulu kurang lebih setengah jam sambil istirahat.

Skip nunggu hujan.

Jam 21.30
Setelah keluar dari jalanan pedesaan gitu, kita sampai di daerah Tawangmangu. Ini pertama kalinya gue kesini. Ternyata, jalannya. Aaaaak, gue cuma berharap motor gue nggak mogok. Habisnya nanjak banget jalannya. Alhamdulillah malem itu udah sepi, jadi naik motornya bisa pake teknik zig zag gitu supaya motornya nggak terlalu kasian. Oiya, satu lagi. Disana duingin buanget gaes.

Jam 22.00
Sampai di Provinsi Jawa Timur, tepatnya di Magetan. Ini cuma beberapa km dari perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur sih. Kita jauh-jauh sampai Jawa Timur karena kita mau mulai pendakian dari Pos Cemoro Sewu yang berada di ketinggian 1.878 mdpl. Setelah ke kamar kecil, dan persiapan terakhir kayak pakai masker, sarung tangan, nyiapin senter dan air minum, ternyata kita dibarengin sama rombongan dari Unversitas Muhammadiyah Surakarta yang juga mau naik malem itu. 

Pendakian diawali dengan berdoa, semoga semuanya lancar, semuanya sehat dan tidak kurang suatu apapun sampai turun nanti. Gue jalan sejajar sama Farid. Pas udah beberapa meter lewat dari pos, ternyata rombongan gue belum registrasi. Hadeh. Haha. Akhirnya yang ngurus registrasinya si Pras, kemudian kita jalan lagi.

Basecamp ke Pos 1 didominasi sama tanjakan tapi jalannya landai. OOTD gue waktu itu adalah kaos, celana jeans yang dibalut dengan jas hujan. Iya, jadi pas kita naik itu masih pada pakai jas hujan. Selain antisipasi kalau ditengah jalan hujan lagi, pakai jas hujan itu lebih anget. Berhubung waktu itu tengah malem dan gue nggak nyalain senter yang gue bawa, gue cuma nunduk, memandangi cahaya dari headlamp yang dipake Farid. "Tempo.. tempo..", kata Farid tiap gue mulai agak kecepetan atau kelambatan. Sementara itu, Mas Irega jalan bareng gue sama Farid. Sedangkan Pras sama Anggi belakangan, soalnya ini juga pertama kalinya Anggi naik gunung. Actually, ini juga pertama kalinya gue naik gunung bawa tas carrier sendiri. Pas pendakian pertama itu karena cowoknya banyak, jadi gue bawa tasnya gantian sama Annis. Hehe.

Engap sih, makanya kita sempet break beberapa kali buat minum sambil ngelurusin kaki. Tapi nggak boleh istirahat terlalu lama, soalnya kalau badannya udah dingin lagi, manasinnya susah. Akhirnya pos satu terlewat pada sekitar jam 00.00. Sempet duduk-duduk sebentar sambil gue terheran-heran karena disana berjajar beberapa warung makanan yang udah tutup (soalnya udah malem). Menurut kabar yang gue denger, serta beberapa tulisan yang gue baca, Gunung Lawu memang punya hal yang tidak biasa yang ditawarkan kepada pendaki dengan warung-warungnya. Bahkan, di puncak pun ada warung yang masih aktif.

Dari pos 1 ke pos 2 adalah perjalanan yang sumpah bikin capek. Karena emang jarak pos 1 ke pos 2 adalah yang terjauh meskipun bukan yang paling terjal. Mulai disini tracknya sudah berupa tangga-tangga yang disusun dari batu. Pada jam 02.00 kita akhirnya menyerah dan memutuskan buat ngecamp dulu. Sayangnya, disana susah banget nyari tanah yang bisa dipake buat ngediriin tenda. Akhirnya kita dapet tempat dipinggir tebing. Setelah sukses mendirikan tenda walaupun itu nggak layak dan penyak penyok, akhirnya kita tidur. Pagi-paginya, kita dipaksa bangun karena posisi tidurnya udah bener-bener nggak PW lagi. Iyalah, di dalem tenda itu miring. Udah gitu batu dimana-mana. Hzzz.

Setelah keluar tenda, ternyata kita beneran ada di pinggir tebing. Sambil nunggu sunrise, kita bikin sesuatu yang bisa menghangatkan badan. Yang masak kali itu adalah Farid. Gue ngerusuhin doang. Segelas susu hangat dan sarapan pakai mie instan sudah. Nonton sunrise sudah. 'buang-buang' juga sudah. Ngobrol sambil menikmati keindahan alam sudah. Kita lanjut perjalanan lagi. Eiya, sebelumnya kita beli gorengan dulu ke ibu-ibu yang jualan waktu kita mau lanjut jalan lagi. Si ibu itu ternyata emang jualannya sampai pos 2. Keren-keren.

Kalau ngelihat yang kayak gitu tuh antara kasihan, salut sama heran. Kasihan karena demi mendapatkan penghasilan untuk kecukupan hidup, si ibu sampai harus naik turun gunung yang nggak deket dan nggak gampang. Sambil bawa-bawa barang dagangan. Gue salut karena si ibu itu kuat banget dan ikhlas ngejalanin itu. Di lain sisi, pendaki juga banyak yang diuntungkan dengan kehadiran si ibu. Ya, simbiosis mutualisme lah yaa..

Sabtu, 2 Mei 2014 | Jam 08.30 kita jalan lagi
Pos 2 kelewat. Banyak yang ngecamp disana. Pos 3 kelewat juga. Lanjut jalan ke pos 4 yang ada tangga sekaligus pegangannya ini. Duh, beneran udah nggak sanggup rasanya. Kaki pegel banget sementara tangga nya nggak udah-udah. Yaudah, istirahatnya dibanyakin tapi nggak dilamain. Ternyata pendakian sama mereka itu seru karena ceritanya banyak. Walaupun kadang-kadang nyeleneh -_-

Setelah pos 4, kita mulai bisa lihat pemandangan yang super keren. Jadi tracknya itu semacam kalau kita pergi ke taman bunga gitu gaes. Udah ditata rapi. Sebelah kanan ada lereng-lereng, sebelah kiri ada sabana. Siang menjelang sore itu kabutnya turun. Fokus gue waktu itu terbagi karena tiba-tiba Farid bilang kalau kepalanya sakit dan dadanya sesek. Akhirnya, kita memperlambat jalan dan posisinya jadi kebalik. Anggi sama Pras udah jauh di depan, Mas Irega, terus baru gue sama Farid. Sering break, sering minum dan mencoba untuk memindahkan beberapa barang dari tasnya Farid ke tas gue. 

Jam 15.00
Alhamdulillah sampai di pos 5. Ngebooking tempat ngecamp, ngediriin tenda, habis itu Farid tepar. Kali ini kita dapet spot yang strategis banget. Pinggir tebing tapi masih ada tanah luas, menghadap ke timur. Dijamin besok pagi keluar tenda langsung dapet sunrise. Hehe. Sore itu gue maksa Farid supaya perutnya diisi dan minum obat terus istirahat. Alhamdulillah, malemnya udah seger lagi dan udah semangat banget bikin video timelapse pake kameranya. Duh, padahal sini masih ketir-ketir... Yang bisa gue lakukan adalah tetap memastikan dia nggak kedinginan supaya itu sakitnya nggak kumat lagi. Jadilah gue bikinin susu anget.

Jam 19.00
Sementara Pras sama Farid menghilang karena bikin timelapse, gue Anggi sama mas Irega ngobrol di deket api unggun yang asepnya nggilani banget baunya. Nggak tau tuh mas irega bikin apinya pake apaan -_- Kita cerita-cerita soal kuliah. Kebetulan kita bertiga dari bidang ilmu yang beda. Sekaligus angkatan yang berbeda juga. Anggi dari Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan, Mas Irega dari Kebijakan Pendidikan dan gue dari Pendidikan Teknik Informatika. Mas Irega paling tua diantara kita bertiga. Walaupun begitu, tidak membuat gue untuk tidak ikut-ikutan yang lain untuk membully mas Irega. Maaf ya mas, hehe. Setelah Farid sama Pras balik, kita masuk tenda dan tidur nyampe pagi.

Bisa lihat bintang sekeren ini

Minggu, 3 Mei 2014 | Jam 05.30
Mas Irega bangun paling pertama dan bangunin kita semua. Pas keluar tenda, kita udah bisa nonton sunrise yang Subhanallah keren bingits. Farid langsung stand by sama kameranya. Mas Irega juga udah mulai foto-foto. Anggi juga. Cuma gue nih yang bingung mau mengabadikan semua momen itu pakai apa kecuali pakai mata sama ingatan gue. Gimana enggak, handphone mati karena lowbatt dan nggak ada yang bawa power bank. Ah sedih sedih


Sunrise 3 Mei 2014

Nah, jatah masak pagi itu gue yang ambil alih. Nggak percaya kan? Haha. Biasa aja sih orang cuma masak sarden sama mie instan kok. Tapi ya tapii, menurut pengakuan mereka, masakan gue enak. Maksudnya, meskipun cuma masak mie sama sarden, tapi tuh pas napa, enak. Duh jadi mili~ :3

Salah satu hal yang membuat gue tambah seneng lagi adalah karena Farid udah balik lagi sehat. Habis sarapan, dia ngajak muncak. Puncak tertinggi di Gunung Lawu adalah Hargo Dumilah. Awalnya gue nggak mau karena gue mau persiapan buat turun, takut kakinya pegel. Gue juga awalnya udah bilang sama Anggi nggak mau muncak. Tapi gue dirayu men. Yaudah, gue akhirnya berangkat. Nggak bawa tas, nggak bawa minum. Cuma bawa kameranya Farid aja. Kita muncak bertiga. Gue, Farid sama Mas Irega. 

Perjalanannya cuma setengah jam sih. Tapi ya cukup nanjak dan cukup bikin engap. Nyesel banget nggak bawa minum, cuma bawa permen doang. Sempet ngajak Farid turun lagi, tapi katanya nanggung udah sampai sini. Alhamdulillah tugu 3.265 mdpl dengan bendera merah putih yang berkibar diatasnya udah kelihatan. But, rame bangeeeeet. Udah kayak ada diskonan baju. Emang sih waktu itu lagi ada penmas kayaknya dari salah satu sekolah di Solo. Yaudah, kita nyari spot yang nggak terlalu rame. Kita ke pinggiir agak turun sedikit dan kita bisa lihat Puncak Gunung Merbabu.

Ceritanya selfie di puncak gunung

Langitnya, Subhanallaaaah. Nyesel deh Anggi nggak sampai sini. Hehe. Sejauh mata memandang adanya langit. Biru, biru dan biru. Alhamdulillah bisa sampai di puncak. Setelah melaksanakan 'ritual', kita foto-foto, termasuk foto di tugu 3.265 mdpl. Setelah itu kita turun ke tenda lagi. Oiya, nggak lupa mampir di sendang buat ngebasahin tenggorokan. Di deket sendang juga rame banget yang ngediriin tenda. Sampahnya itu lho. Duh, semoga pada bawa turun sampahnya masing-masing ya...

Jam 09.00
Kita beres-beres, foto-foto sampai batre kameranya Farid habis. Kemudian kita turun. Awalnya, gue bisa lari gaes. Walaupun bawa carrier, gue masih lincah. Pos 4 lewat, pos 3 lewat. Farid juga ngikutin gue. Sementara Pras sama Anggi lagi-lagi belakangan. Begitu habis break di pos 3, gue sama Farid mulai melambat. Mas Irega paling depan.

Pras - Anggi - Gue - Farid - Mas Irega
Sumpah, perjalanan terberat lagi adalah dari pos 2 ke pos 1. Track panjang dengan sisa tenaga. Asli aslii, kalau nggak ada temen yang nyemangatin, gue mungkin udah nyerah. Intensitas istirahat jadi sering banget sementara stok logistik tinggal sedikit. Tujuan kita bukan lagi basecamp, tapi pos satu. Soalnya mau beli teh anget sama gorengan. Hehe. 

Menjelang pos 1, langkah gue udah nggak beraturan lagi. Udah kayak orang patah dengkul. Farid kayaknya nggak tega kalau lihat gue jalan kayak gitu. Tapi ya mau gimana lagi. Itu adalah sisa tenaga yang gue punya. Akhirnya, begitu sampai di pos satu, gue nggletak. Beuh, betisnya keras banget. Pundak juga udah nggak berasa. Punggung basah semua. Sambil break sambil nunggu Pras sama Anggi.

Setelah ngejejelin perut pake gorengan sama teh anget, kita jalan lagi. Tinggal sedikit lagi sampai basecamp. Sabar... Sabaaar... Sepanjang jalan itu kita berlima tetep bercanda. Yang paling sering kena ya kalau nggak gue, Anggi ya mas Irega. Gue juga bisa lihat pemandangan yang nggak bisa gue lihat waktu naik. Kayak pemandangan hamparan sayuran, terus ada berry hutan gitu. Macem-macem. Walaupun langkah gue tinggal satu-satu, tapi keinginan untuk bisa sampai basecamp itu tinggi banget. Iyalaaah, gue pengen segera menyudahi ini.

Jam 16.00
Alhamdulillah sampai basecamp. Gue langsung tepar di rumput. Tapiiii, baru sebentar tiduran, Farid udah ngajak pulang. Oh my... Baiklah, akhirnya kita langsung menempuh kembali jalanan Magetan - Jogja. Sebelum sampai Jogja, kita mampir makan dulu di alun-alun Sukoharjo. Berharap ketemu Aya, tapi ternyata enggak. Makannya di tengah lapangan sambil nonton langit. Tapi, mahal banget men jajan disana

Pas udah jalan lagi, Mas Irega pake ilang lagi. Duh, ternyata dia salah belok dan nggak ngikutin Pras sebagai penujuk jalan. 

Begitu masuk ringroad utara Jogja, gue udah pengen nangis. Udah nggak kuat nahan tas carrier yang menggantung manis di pundak gue. Berat banget. Gue yakin kalau pundak gue pasti udah lecet. Gue cuma pengen segera sampai rumah dan melepas semua beban ini. Iyalah, gue nonstop bawa carrier dong selama Jogja-Magetan-Jogja. Dewooo~

Jam 20.00
Alhamdulillah mendarat dengan cantik di rumah simbah. Asli, gue baru merasakan nikmatnya kursi setelah gue 3 hari nggak ketemu kursi. Setelah beres-beres dan membawa barang seperlunya, Farid pulang ke rumah.

Woh, lumayan panjang juga ya ceritanya. Tahukah kalian gaes, setelah pendakian ke Gunung Lawu itu, kaki gue sakit luar biasa selama seminggu. Jalannya udah kayak robot. Nggak cuma gue. Farid sama Anggi juga. Dan gue menemukan luka lecet di pundak gue yang sudah jelas asalnya darimana. Tapi, terlepas dari semua kesakitan yang gue rasakan, gue seneng banget bisa menginjakkan kaki di puncak Gunung Lawu. Banyak hal yang bisa gue dapatkan dari pendakian itu. 

Terima kasih sudah memberikan gue pengalaman menakjubkan. Kapan-kapan lagi yaaa :)

Semua foto disini, credit by : @MuhammadNFarid

9 Juni 2014

Void() on ArtJog'14

Hanya ingin sedikit menuliskan ulang, sebuah deskripsi hasil seni yang paling bikin gue berdiri cukup lama kemudian tersenyum sendiri.
It's better to cry than to be angry; because anger hurts others, while tears flow silently through the soul and cleanses the heart - Agus Novianto
Tulisan itu bisa kalian temukan kalau kalian menyempatkan diri untuk bertandang ke Taman Budaya Yogyakarta diantara tanggal 7 - 22 Juni 2014. Sebuah pergelaran karya seni yang mengangkat tema Legacies of Power ini lebih banyak menampilkan potret kehidupan masyarakat dalam politik menjelang pemilu 2014. Kelihatan sih sejak pertama kali memarkirkan motor, kita udah bisa lihat sebuah bangunan (mirip) istana kepresidenan dengan berpuluh-puluh karakter yang terbuat dari karung goni, dimana mereka adalah (mirip) para petinggi negara itu.

Semakin ke dalam, semakin banyak hal yang bisa dilihat. Waktu gue kesana, gue nggak mendokumentasikan banyak hal dengan kamera handphone karena, ya, you know. Handphone gue selalu ngeblur dan nggak asik banget buat foto-foto. Alhasil gue mengabadikan beberapa karya dengan kamera analog yang roll filmnya belum habis jadi belum bisa gue tampilkan disini. Nanti, kalau inget akan gue masukin ke postingan ini.

Buat para penikmat seni, silakan datang ke ArtJog'14. Oiya, nggak seperti tahun sebelumnya yang free registration, tahun ini ArtJog'14 mematok tiket masuk dengan harga Rp. 10.000,-. Ya, sebagai sedikit tanda apresiasi kita terhadap karya seni dan demi keberlangsungan acara ini di tahun yang akan datang. #ciyeIklan

Yang jelas, dari sekian banyak hal yang gue temukan disana, hanya kalimat yang gue kutip diataslah yang paling berkesan buat gue. Gue jadi merasa selama ini udah lumayan bener dalam memberikan perasaan gue sebuah ekspresi. Gue nggak bakat marah, gue bersyukur untuk hal itu. Gue berbakat nangis, ya, gue mengakui itu. But I think, being seorang yang gampang nangis is better than being seseorang yang gampang marah #bahasakuLho

Kalian pasti bisa menemukan salah satu hasil karya seni yang bikin kalian termenung kalau udah kesana. Kalau udah nemu, cerita sama gue ya :)

Btw, ini nih bukti kalau gue udah ke ArtJog'14. Udah gaul belum gue?

Kok dua tiketnya? Iya dong :3

 

5 Juni 2014

Hampir Nggak Jadi ke Bogor

Jum'at, (23/05) kemarin gue punya big plan untuk melarikan diri dari rutinitas di Jogja. Satu satunya pelarian yang diridhoi ibu bapak gue adalah ya…rumah di Bogor. Sebenernya, cerita gue kali ini adalah tentang menunggu dan hampir saja kehilangan #halah. Buat yang rentan galau, gue tetep menyarankan untuk baca tulisan ini sampai habis. Daripada penasaran sama endingnya kemudian malah tambah galau. Oke skip ini nggak jelas. Yang jelas adalah gue Cuma pengen share cerita aja, supaya kejadian ini nggak berulang untuk para newbie dalam dunia penerbangan. Haha.

Skip.

Hari H seharusnya gue sampai di bandara jam 9.00. Tapi apa daya berhubung gue Cuma dijemput, yang jemput gue baru sampai di rumah gue jam 9.00. Pengen ngomelin sih, tapi kayaknya emang dia ada urusan penting yang mendadak sampai akhirnya dia baru bisa sampai rumah jam segitu. Nah, berhubung udah lumayan nelat, gue diajak kebut-kebutan pake motor tanpa STNK dan pengemudinya nggak bawa SIM. Padahal, biasanya kedua benda itu adalah syarat utama kalau ada yang mau boncengin gue. Semoga setelah ini, kedua benda itu segera lengkap :3

Sampai di bandara jam 9.30, sedangkan flight gue jam 10.20. Setelah pamitan dan cukup sedih karena mau LDRan seminggu #halah, gue masuk ke bandara dan mendapati Adi Sucipto sudah cukup berubah, tapi tetep aja rame dan sesek. Pas gue mau check in, gue bingung harus antri dimana. Counter maskapainya ngebingungin. Pertamanya, gue udah ngantri di salah satu barisan, eh setelah gue ngepo ibu ibu di depan gue, ternyata kita beda maskapai. Alhasil gue pindah ke antrian yang lainnya. Alhamdulillah bener, boarding pass sudah di tangan.

Setelah gue masuk di ruang tunggu, gue sambil merhatiin landasan pacu dimana pesawat landing dan take off silih berganti. Layaknya kehidupan ini, ada yang datang dan ada yang pergi. Gue melirik jam yang masih jam 10.00. Artinya masih ada 20 menit waktu normal sebelum gue meninggalkan Jogja. Gue mengisi waktu dengan melanjutkan bacaan Dunia Sophie. Itu bukan buku novel teenlit loh ya, tapi itu buku filsafat. Ceileh banget nggak sih gue baca buku filsafat. #Skip

Jam menunjukkan pukul 10.30 dan pesawat yang bakal gue naikin belum menunjukkan batang hidungnya. Oke ini bakal delay, batin gue. Menurut informasi ibu-ibu yang ternyata satu pesawat sama gue, katanya delaynya sampai jam 15.00 -_- Oh men, milis bingit kan delay segitu lamanya. Tapi gue nggak langsung percaya soalnya belum ada informasi resmi dari petugas bandara. Akhirnya gue lanjut baca.

Nggak lama kemudian, gue mendengar pengumuman bahwa pesawat yang gue naikin ternyata delay sampai jam 17.00. Bukan 15.00 lagi men. 6 jam, dan gue mesti nunggu sendirian di bandara gitu? Setelah gue konsultasi sama ibu dan sama Farid, akhirnya gue keluar dengan niat pulang dulu sampai nunggu jam 17.00. Padahal udah pamitan haha :3

Gue bete kan. Gue kasian juga sama ibu bapak yang bahkan udah on the way Soetta buat jemput gue. Akhirnya mereka mampir ke Ancol dulu buat main sambil nunggu gue sampe jakarta. Sedangkan gue balik ke rumah simbah dengan asumsi ya kalau udah dikasih info delay jam segitu ya otomatis nggak bakal maju jam terbangnya, paling juga delay lagi. Yaudah gue nyelonong pulang dan tidur sambil nunggu jam 16.00 buat balik lagi ke bandara.

Skip aja yah ceritanya gue udah di bandara jam 16.15 menit

Masuk ke waiting room dan tidak lagi mendapati flight gue tertera di layar informasi. Pengen panik sih tapi tetep macak kalem dan duduk stay cool sambil positive thinking kalau jadwalnya udah nggak ada karena kesundul sama jadwal penerbangan bawahnya. Gue tetep ngelanjutin baca Dunia Sophie sambil lirik-lirik landasan pacu lagi. Nggak lama, pesawat Sriwijaya Air tujuan Jakarta landing, tapi itu bukan flight gue. Gue tetep duduk kalem.

Di depan gue ada ibu-ibu mau ke Kalimantan tapi pesawatnya delay juga. Habis itu gue ditanyain mau kemana dan naik apa. Alhasil ya gue cerita, termasuk kekhawatiran gue soal flight yang nggak jelas gitu. Kata si ibunya, kalau mau tanya soal maskapai, tanya aja sama petugas yang di bandara. Pasti entar dikasihtau. Yaudah, akhirnya gue nanya ke petugas yang ngecek boarding pass deket gate.

Gue : *mukanya panik tapi di sok cool-in* "Mbak, flight SJ231 berangkat jam 17.00?"
Mbak petugas : *mukanya agak panik* "Boleh lihat boarding pass-nya mbak?"
Gue : *ngasih boarding pass*
Mbak petugas : "Wah mbak, flight yang ini udah terbang dari jam 14.00 tadi.."
Gue : *dalam hati* "Anjiiiiir-___________-"
Gue : *yang keluar dari mulut* "Yah mbak, terus gimana?"
Mbak petugas : "Mbak lapor dulu ke counter, tempat check in yang tadi…"
Gue : "Makasih mbak.."

Ngambil boarding pass, ngacir ke counter, lapor dengan muka panik. Ternyata pas jam 14.00 gue dicariin, tapi gue nggak ada dan pas keluar bandara, gue nggak lapor di counter dan nggak ninggalin nomer handphone, jadilah ditinggal. Duh jan. Alhamdulillah, Alhamdulillah banget flight ke Jakarta ini seatnya masih ada sisa beberapa. Karena penumpang juga udah naik pesawat, alhasil gue dikasih boarding pass manual sama petugas counternya. Akhirnya gue naik ke pesawat. Lega banget asli udah masuk pesawat. Meskipun lari-lari dan geregetan pas antri buat ngecek barang-barang. Pas udah di pesawat, gue nggak langsung duduk soalnya di boarding pass gue belum ada seatnya. Gue jadi nunggu di bagian belakang pesawat yang biasa tempat pramugari itu loh. Bisa kepo kepo dikit lah disana ada apa aja hehe.

Pas semua penumpang resmi udah duduk semua, baru gue dicariin tempat duduk. Haaaaaaaaaaaaah. Gue nggak tau kalau itu gue nggak nanya terus bakal kayak apa jadinya. Bisa gagal ke Bogor. Alhamdulillah mendarat sempurna di Soekarno-Hatta jam 18.15.

Pesan yang mau gue sampaikan disini adalah: pertama, kalau ada apa-apa langsung aja tanya ke petugas maskapai yang kelihatan sejauh mata lo memandang. Kalau nggak ada ya tanya ke tempat check in. Kedua, kalau lo mau ninggalin bandara saat delay, tetep lapooooooooor. Ninggalin nomer henpon kek biar bisa dihubungin kalau ada situasi kek gini. Ketiga, jangan sok cool -_- Hampir aja ke sok cool-an gue membawa bencana. Bodo amat dibilang kayak pembantu baru, mendingan nanya-nanya daripada ketinggalan pesawat. Masih mending ini pesawat yang tujuannya sama tuh ada, bayangin kalau itu acara penting dan flightnya terbatas. Bayangin juga kalau maskapai nggak mau tanggung jawab sama penumpang yang ketinggalan. Bayangin juga kalau dengan semua kejadian diatas gue masih kena omelan dari petugas. Alhamdulillah sih pelayanannya baik dan gue nggak diomelin sama sekali. Hehe.

My Name is Love

Sumber : sini


"My Name is Love"
"My name is Ipeh"

Skip -_-

Sebenernya itu adalah judul film yang baru aja aku lihat. Udah lama ada di hardisk, hasil ngopy dari hardisknya Selfi tapi baru sempet nonton full sekarang. Dulu Cuma pernah lihat sekilas dan terlihat tidak menarik hehe. Terus, tiba-tiba malem ini mendadak selo karena udah nggak mikirin grusa grusunya PM lagi. Kepengen nonton film-film baru, tapi hardisk eksternal ada di Farid, jadilah ngubrak-abrik hardisk laptop dan nonton film ini.

Film ini adalah film Thailand. Seperti film-film Thailand pada umumnya, cewek-ceweknya cantik haha. Enggak nding, sebenernya film thailand itu mau gimana juga tetep jadi ada lucunya. Apalagi kalau bukan karena dialek bahasanya. Kalau belum pernah nonton film thailand ya coba aja nonton Suckseed, A Little Thing Called Love, ATM Error, The Billionare, Yes or No, You're the Apple of My Eyes atau ya film ini aja. Hehe. Hampir sebagian besar contoh tadi lebih ke drama sih, jadi ya mungkn agak-agak ada yang bikin sesenggukan gitu. Kayak misalnya A Little Thing Called Love. Waktu itu aku nonton pas lagi galau sih, jadinya yaudah deh bisa dipastikan itu bukan Cuma sesenggukan… tapi meler kemana-mana. Haha.

Oke, tapi bukan film itu yang akan kita bahas. Kita bakal bahas My Name is Love.

Film ini ceritanya tentang kisah seorang cowok yang biasa dipanggil Q. Pas dia SMA tuh dia paling femes gitu makanya dia jadi sombong sama orang-orang. Ada satu cowok, namanya Big. Dia pengen masuk ke gengnya si Q gitu, sampai dia rela disuruh ngambil kura-kura yang ada di dasar danau sekolah. Pas Big udah berhasil ngambil, ternyata dia tetep nggak bisa gabung sama Q, alias dibohongin. Selanjutnya ada cewek gendut yang suka sama Q, namany Kerr. Saking sombyongnya, si Q ini bukan Cuma nolak Kerr mentah-mentah tapi juga nyiram Kerr pakai selang air -_- Akhirnya, Kerr semacam ngutuk Q dengan bilang gini 

"When I grow up. Even if you take off your clothes and say love me, I will not accept"

Ngerti artinya kan? :3

Nah pas udah pada gede-gede, si Q bareng sama temennya yang namanya Jo itu kerja di perusahaan perlatan air gitu. Perlu dicatet, ke-femes-an mereka sama sekali nggak bersisa. Disana, mereka Cuma jadi sales gitu. Dan ternyata, bos baru mereka adalah orang yang dulu pernah mereka suruh ngambil kura-kura di dasar danau sekolah.

Kerr juga bermetamorfosis jadi cewek yang cantik, pinter dan terkenal di kampusnya. Si Q ini suka sama Kerr, tapi ya dia nggak bilang. Dia Cuma ngerusuhin semua cowok yang terdeteksi deket sama Kerr. Dia juga ngerusuhin Kerr pakai shuttlecock yang sengaja dilempar ke rumah Kerr.

Pas lagi ngepo foto-fotonya Kerr di Facebook, ternyata Q dapet iklan dari pop up gitu yang nggak bisa diclose. Akhirnya dia ngeklik iklannya dan ikutan daftar di website yang namanya mynameislove.com. Tahukah kalian gaes, website itu merubah jalan hidup Q.

Pasca daftar website itu, Q resmi menjadi seorang cupid yang tugasnya bikin dua orang jadi sepasang. Dia punya misi ngejodohin 3 pasangan dulu sampai akhirnya nanti dia bisa milih mau jadi orang normal lagi atau tetep jadi cupid. Nggak enaknya jadi cupid adalah, dia nggak bisa ngungkapin cinta ke orang yang dia sayang.

Selama jadi cupid, Q dibantuin sama beberapa cupid yang lain soalnya tiap Q mau ngejodohin orang selalu aja gagal. Jadilah dia dibantu para expert. Tiap cupid dikasih tool gitu buat mengetahui siapa orang-orang yang bakal dijadikan misi perjodohan. Nah si Q ini dapet notebook, sedangkan temen-temen cupid yang lain ada yang dapet koran dan ada juga yang pake tablet pc.

Dua orang berhasil dijodohin sama Q. Nah, pasangan yang ketiga adalah Jo dan teman mereka sekantor namanya Milk. Mereka ini sebenernya saling suka, tapi si Jo gengsinya lebih tinggi dari menara petronas. Jadinya pas udah ngungkapin ke Milk, dia mengakhirinya dengan perkataan bahwa itu semua Cuma bercanda. Milk marah, akhirnya pindah kerja.

Di lain cerita, Kerr semakin femes dan semakin cantik. Temennya Q, yang dapet tablet itu namanya Os. Di tabletnya Os, muncul nama Kerr sama Big sebagai pasangan selanjutnya yang mesti dijodohin. Tapi sebelum Os sempet lihat tabletnya, Q udah ngumpetin tabletnya duluan. Dia nggak mau sampai Kerr dan Big berjodoh, soalnya track recordnya si Os ini nggak pernah gagal kalau ngejodohin orang. Akhirnya, Os tetep tau kalau Q yang ambil tabletnya dia, kemudian dia marah sama Q dan malah berpihak ke Big.

Balik lagi ke Jo. Pas dia udah siap buat serius dan udah sempet bilang I love you ke Milk, ternyata dia telat. Milk udah punya pacar. Jo depresi tapi tetep gengsi nggak mau ngaku, bahkan sama Q. Ujung-ujungnya, Jo mencoba bunuh diri tapi selamat. Pas di rumah sakit, Milk sempet nengokin Jo, tapi nengokinnya bareng sama pacarnya. Disitu juga dia sempet nyelipin kertas gitu, aku kira itu bakal jadi semacam surat yang isinya pernyataan Milk kalau dia juga sayang sama Jo. Ternyata isinya undangan pernikahan Milk sama pacarnya

Q sebenernya udah mencoba untuk bilang ke Kerr soal perasaannya, tapi karena dia masih jadi cupid, apapun yang dia ingin katakan tentang cinta di depan orang yang dia cinta, itu yang keluar dari mulut malah kalimat yang "iyuh" banget. Bayangin dong gimana rasanya udah suka banget sama seseorang, dan seseorang itu sebenernya punya perasaan yang sama tapi kita nggak bisa ngomonginnya? Bukan karena kita nggak mau, tapi karena nggak bisa.

Akhirnya, Q bisa dibilang menyerah. Milk udah nggak mungkin lagi sama Jo, berarti dia juga nggak mungkin punya kesempatan buat bilang yang sebenernya ke Kerr. Dalam satu scene, ada dialog kayak gini:

"In this world, nothing exizt for forever."
"Q.."
"I borrow this sentence from other. Sometimes, we should choose a person who love you, not who you love"
"…."
"I borrow this sentence from other, too."
"….."
"But love, if it's not a sincere love, then it go nowhere, finally. This is my own thinking"
"Stop. If you want to say, then tell me"
"If you want someone takes care of you, you have to open your heart"
"What do you want to say?"
"I want to say things that you want to know"
"…."
"At the past period, I've never cared or think about Kerr"
"…"
"So that, don't doubt. Come back to your life"
"Did you borrow this sentence?"
"It's from my heart.. Kerr has someone better than me waiting for you"

Terus si Q pergi dan dia papasan sama Big.

"Big, help me to take care of Kerr"

Owwwwwwh~  Tapi gaes, ternyata Kerr ngejar Q loh. Dia masih kekeuh nanya sama Q apa yang sebenernya pengen dia omongin. Q pikir itu udah nggak mungkin lagi, soalnya dia pasti bakal ngeluarin kalimat aneh-aneh lagi kalau dia mencoba untuk bilang cinta ke Kerr. Pas situasi udah nohope lagi, ternyata Q bisa bilang I love you ke Kerr. Bersamaan dengan itu, ada salah satu temen Q yang telfon Q dan bilang kalau dia berhasil nyatain cintanya ke temen sekantornya. Kayaknya itu yang berhasil bikin Q nyelesaiin 3 couple dan akhirnya dia bisa milih jadi manusia normal lagi.

Gimana nasibnya Jo?

Dia dateng ke nikahannya Milk dan dia nulis sesuatu di guest book sampai berlembar-lembar tapi aku nggak tau detailnya apa soalnya nggak dikasihlihat. Tapi kayaknya sih isinya kayak cerita si Jo tentang Milk. At the end, mereka semua bahagia karena menemukan pasangannya sendiri-sendiri.

Ada hal yang mungkin cukup baik untuk disimak bahwa Jo lebih ingin melihat Milk bahagia dengan orang lain yang bisa dibilang lebih bisa membahagiakan Milk. Tapi Jo juga nggak bisa bohongin hatinya sendiri kalau dia ya sayang sama Milk, dia Cuma nggak mau egois. Sering kan yah, nemu kejadian macem ini di kehidupan sehari-hari. Nggak melulu soal cinta sih. Ya banyak lah contohnya. Keterbatasan kadang bikin kita jadi ngerti dan sadar bahwa ada hal yang nggak bisa saat itu langsung bisa dicapai. Butuh kerja keras, kesabaran dan ya kepercayaan bahwa cinta sejati pasti akan menemukan jalan pulang. Whatever the way is.

Aku jadi inget soal perjuangan seseorang. Hehe. Barangkali aku yang terlalu nyocok-nyocokin yaa, tapi kurang lebih ya hampir sama sih. Pada akhirnya, selamat, karena sesuatu yang dia perjuangan dan dia tunggu pada akhirnya kembali pulang padanya. Aku ikut senang bisa menjadi bagian dari kebahagiaannya, walaupun bisa dibilang aku yang pertama menyakitinya. Ciyeeeeh~ #halah