10 Juni 2014

Gunung Lawu, Mei 2014

Alhamdulillah, tahun ini dikasih kesempatan untuk naik gunung lagi setelah terakhir naik gunung itu bulan Maret 2013 lalu. Alhamdulillah masih ada yang ngajak, dan Alhamdulillah selalu dapet temen baru setiap pendakian. Pendakian Gunung Lawu kali ini gue ditemenin sama empat orang yang luar biasa. Pertama ada Farid. Kedua ada Pras, temennya Farid. Ketiga ada Mas Irega, temennya Farid juga. Terakhir ada Anggi, pacarnya Pras. Waktu itu hari jum'at sore tanggal 1 Mei kita ngumpul dulu di kampus setelah persiapan sana-sini. Gue sempet kerempongan karena persiapan yang cukup mepet. Maklum, berhubung belum punya semua peralatan pendakian, gue masih harus pinjem sana-sini. Hehe.

Jum'at, 1 Mei 2014 | Jam 17.00 rombongan berangkat lewat Solo.
Gue boncengan sama Farid, pakek motor matic. Pras boncengan sama Anggi pake motor matic juga. Mas Irega sendirian, naik motor yang nggak matic. Gue kan nggak ngerti yaa jalan kesananya tuh bakal kayak gimana, tapi kata Farid, motor gue kuat kok sampai sana. Akhirnya gue nurut. 

Gue duduk di boncengan sambil bawa satu tas carrier yang ukurannya 70 liter. Yang bikin nggak enak adalah karena posisi tasnya yang miring ke kanan. Sumpah sumpaaah, itu nggak nyaman banget. Meskipun beberapa kali udah dibenerin, tapi tetep aja miring. 

Begitu mau masuk arah Solo, hujan deres. Kita berhenti dan pakai jas hujan, terus jalan lagi. Sempet ada insiden Mas Irega ilang karena gue kebelet pipis terus Farid sama Pras belok di pom bensin tanpa ngasih tau Mas Irega. Tapi tenang aja, habis itu kita menemukan Mas Irega yang lagi jongkok di pinggir jalan. Selebihnya, perjalanan cukup lancar karena Pras milihin jalan yang nggak lewat kota. Malam itu langitnya masih mendung, dan di daerah mana tuh gue lupa, hujannya deres banget nggak nyantai. Akhirnya berteduh dulu kurang lebih setengah jam sambil istirahat.

Skip nunggu hujan.

Jam 21.30
Setelah keluar dari jalanan pedesaan gitu, kita sampai di daerah Tawangmangu. Ini pertama kalinya gue kesini. Ternyata, jalannya. Aaaaak, gue cuma berharap motor gue nggak mogok. Habisnya nanjak banget jalannya. Alhamdulillah malem itu udah sepi, jadi naik motornya bisa pake teknik zig zag gitu supaya motornya nggak terlalu kasian. Oiya, satu lagi. Disana duingin buanget gaes.

Jam 22.00
Sampai di Provinsi Jawa Timur, tepatnya di Magetan. Ini cuma beberapa km dari perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur sih. Kita jauh-jauh sampai Jawa Timur karena kita mau mulai pendakian dari Pos Cemoro Sewu yang berada di ketinggian 1.878 mdpl. Setelah ke kamar kecil, dan persiapan terakhir kayak pakai masker, sarung tangan, nyiapin senter dan air minum, ternyata kita dibarengin sama rombongan dari Unversitas Muhammadiyah Surakarta yang juga mau naik malem itu. 

Pendakian diawali dengan berdoa, semoga semuanya lancar, semuanya sehat dan tidak kurang suatu apapun sampai turun nanti. Gue jalan sejajar sama Farid. Pas udah beberapa meter lewat dari pos, ternyata rombongan gue belum registrasi. Hadeh. Haha. Akhirnya yang ngurus registrasinya si Pras, kemudian kita jalan lagi.

Basecamp ke Pos 1 didominasi sama tanjakan tapi jalannya landai. OOTD gue waktu itu adalah kaos, celana jeans yang dibalut dengan jas hujan. Iya, jadi pas kita naik itu masih pada pakai jas hujan. Selain antisipasi kalau ditengah jalan hujan lagi, pakai jas hujan itu lebih anget. Berhubung waktu itu tengah malem dan gue nggak nyalain senter yang gue bawa, gue cuma nunduk, memandangi cahaya dari headlamp yang dipake Farid. "Tempo.. tempo..", kata Farid tiap gue mulai agak kecepetan atau kelambatan. Sementara itu, Mas Irega jalan bareng gue sama Farid. Sedangkan Pras sama Anggi belakangan, soalnya ini juga pertama kalinya Anggi naik gunung. Actually, ini juga pertama kalinya gue naik gunung bawa tas carrier sendiri. Pas pendakian pertama itu karena cowoknya banyak, jadi gue bawa tasnya gantian sama Annis. Hehe.

Engap sih, makanya kita sempet break beberapa kali buat minum sambil ngelurusin kaki. Tapi nggak boleh istirahat terlalu lama, soalnya kalau badannya udah dingin lagi, manasinnya susah. Akhirnya pos satu terlewat pada sekitar jam 00.00. Sempet duduk-duduk sebentar sambil gue terheran-heran karena disana berjajar beberapa warung makanan yang udah tutup (soalnya udah malem). Menurut kabar yang gue denger, serta beberapa tulisan yang gue baca, Gunung Lawu memang punya hal yang tidak biasa yang ditawarkan kepada pendaki dengan warung-warungnya. Bahkan, di puncak pun ada warung yang masih aktif.

Dari pos 1 ke pos 2 adalah perjalanan yang sumpah bikin capek. Karena emang jarak pos 1 ke pos 2 adalah yang terjauh meskipun bukan yang paling terjal. Mulai disini tracknya sudah berupa tangga-tangga yang disusun dari batu. Pada jam 02.00 kita akhirnya menyerah dan memutuskan buat ngecamp dulu. Sayangnya, disana susah banget nyari tanah yang bisa dipake buat ngediriin tenda. Akhirnya kita dapet tempat dipinggir tebing. Setelah sukses mendirikan tenda walaupun itu nggak layak dan penyak penyok, akhirnya kita tidur. Pagi-paginya, kita dipaksa bangun karena posisi tidurnya udah bener-bener nggak PW lagi. Iyalah, di dalem tenda itu miring. Udah gitu batu dimana-mana. Hzzz.

Setelah keluar tenda, ternyata kita beneran ada di pinggir tebing. Sambil nunggu sunrise, kita bikin sesuatu yang bisa menghangatkan badan. Yang masak kali itu adalah Farid. Gue ngerusuhin doang. Segelas susu hangat dan sarapan pakai mie instan sudah. Nonton sunrise sudah. 'buang-buang' juga sudah. Ngobrol sambil menikmati keindahan alam sudah. Kita lanjut perjalanan lagi. Eiya, sebelumnya kita beli gorengan dulu ke ibu-ibu yang jualan waktu kita mau lanjut jalan lagi. Si ibu itu ternyata emang jualannya sampai pos 2. Keren-keren.

Kalau ngelihat yang kayak gitu tuh antara kasihan, salut sama heran. Kasihan karena demi mendapatkan penghasilan untuk kecukupan hidup, si ibu sampai harus naik turun gunung yang nggak deket dan nggak gampang. Sambil bawa-bawa barang dagangan. Gue salut karena si ibu itu kuat banget dan ikhlas ngejalanin itu. Di lain sisi, pendaki juga banyak yang diuntungkan dengan kehadiran si ibu. Ya, simbiosis mutualisme lah yaa..

Sabtu, 2 Mei 2014 | Jam 08.30 kita jalan lagi
Pos 2 kelewat. Banyak yang ngecamp disana. Pos 3 kelewat juga. Lanjut jalan ke pos 4 yang ada tangga sekaligus pegangannya ini. Duh, beneran udah nggak sanggup rasanya. Kaki pegel banget sementara tangga nya nggak udah-udah. Yaudah, istirahatnya dibanyakin tapi nggak dilamain. Ternyata pendakian sama mereka itu seru karena ceritanya banyak. Walaupun kadang-kadang nyeleneh -_-

Setelah pos 4, kita mulai bisa lihat pemandangan yang super keren. Jadi tracknya itu semacam kalau kita pergi ke taman bunga gitu gaes. Udah ditata rapi. Sebelah kanan ada lereng-lereng, sebelah kiri ada sabana. Siang menjelang sore itu kabutnya turun. Fokus gue waktu itu terbagi karena tiba-tiba Farid bilang kalau kepalanya sakit dan dadanya sesek. Akhirnya, kita memperlambat jalan dan posisinya jadi kebalik. Anggi sama Pras udah jauh di depan, Mas Irega, terus baru gue sama Farid. Sering break, sering minum dan mencoba untuk memindahkan beberapa barang dari tasnya Farid ke tas gue. 

Jam 15.00
Alhamdulillah sampai di pos 5. Ngebooking tempat ngecamp, ngediriin tenda, habis itu Farid tepar. Kali ini kita dapet spot yang strategis banget. Pinggir tebing tapi masih ada tanah luas, menghadap ke timur. Dijamin besok pagi keluar tenda langsung dapet sunrise. Hehe. Sore itu gue maksa Farid supaya perutnya diisi dan minum obat terus istirahat. Alhamdulillah, malemnya udah seger lagi dan udah semangat banget bikin video timelapse pake kameranya. Duh, padahal sini masih ketir-ketir... Yang bisa gue lakukan adalah tetap memastikan dia nggak kedinginan supaya itu sakitnya nggak kumat lagi. Jadilah gue bikinin susu anget.

Jam 19.00
Sementara Pras sama Farid menghilang karena bikin timelapse, gue Anggi sama mas Irega ngobrol di deket api unggun yang asepnya nggilani banget baunya. Nggak tau tuh mas irega bikin apinya pake apaan -_- Kita cerita-cerita soal kuliah. Kebetulan kita bertiga dari bidang ilmu yang beda. Sekaligus angkatan yang berbeda juga. Anggi dari Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan, Mas Irega dari Kebijakan Pendidikan dan gue dari Pendidikan Teknik Informatika. Mas Irega paling tua diantara kita bertiga. Walaupun begitu, tidak membuat gue untuk tidak ikut-ikutan yang lain untuk membully mas Irega. Maaf ya mas, hehe. Setelah Farid sama Pras balik, kita masuk tenda dan tidur nyampe pagi.

Bisa lihat bintang sekeren ini

Minggu, 3 Mei 2014 | Jam 05.30
Mas Irega bangun paling pertama dan bangunin kita semua. Pas keluar tenda, kita udah bisa nonton sunrise yang Subhanallah keren bingits. Farid langsung stand by sama kameranya. Mas Irega juga udah mulai foto-foto. Anggi juga. Cuma gue nih yang bingung mau mengabadikan semua momen itu pakai apa kecuali pakai mata sama ingatan gue. Gimana enggak, handphone mati karena lowbatt dan nggak ada yang bawa power bank. Ah sedih sedih


Sunrise 3 Mei 2014

Nah, jatah masak pagi itu gue yang ambil alih. Nggak percaya kan? Haha. Biasa aja sih orang cuma masak sarden sama mie instan kok. Tapi ya tapii, menurut pengakuan mereka, masakan gue enak. Maksudnya, meskipun cuma masak mie sama sarden, tapi tuh pas napa, enak. Duh jadi mili~ :3

Salah satu hal yang membuat gue tambah seneng lagi adalah karena Farid udah balik lagi sehat. Habis sarapan, dia ngajak muncak. Puncak tertinggi di Gunung Lawu adalah Hargo Dumilah. Awalnya gue nggak mau karena gue mau persiapan buat turun, takut kakinya pegel. Gue juga awalnya udah bilang sama Anggi nggak mau muncak. Tapi gue dirayu men. Yaudah, gue akhirnya berangkat. Nggak bawa tas, nggak bawa minum. Cuma bawa kameranya Farid aja. Kita muncak bertiga. Gue, Farid sama Mas Irega. 

Perjalanannya cuma setengah jam sih. Tapi ya cukup nanjak dan cukup bikin engap. Nyesel banget nggak bawa minum, cuma bawa permen doang. Sempet ngajak Farid turun lagi, tapi katanya nanggung udah sampai sini. Alhamdulillah tugu 3.265 mdpl dengan bendera merah putih yang berkibar diatasnya udah kelihatan. But, rame bangeeeeet. Udah kayak ada diskonan baju. Emang sih waktu itu lagi ada penmas kayaknya dari salah satu sekolah di Solo. Yaudah, kita nyari spot yang nggak terlalu rame. Kita ke pinggiir agak turun sedikit dan kita bisa lihat Puncak Gunung Merbabu.

Ceritanya selfie di puncak gunung

Langitnya, Subhanallaaaah. Nyesel deh Anggi nggak sampai sini. Hehe. Sejauh mata memandang adanya langit. Biru, biru dan biru. Alhamdulillah bisa sampai di puncak. Setelah melaksanakan 'ritual', kita foto-foto, termasuk foto di tugu 3.265 mdpl. Setelah itu kita turun ke tenda lagi. Oiya, nggak lupa mampir di sendang buat ngebasahin tenggorokan. Di deket sendang juga rame banget yang ngediriin tenda. Sampahnya itu lho. Duh, semoga pada bawa turun sampahnya masing-masing ya...

Jam 09.00
Kita beres-beres, foto-foto sampai batre kameranya Farid habis. Kemudian kita turun. Awalnya, gue bisa lari gaes. Walaupun bawa carrier, gue masih lincah. Pos 4 lewat, pos 3 lewat. Farid juga ngikutin gue. Sementara Pras sama Anggi lagi-lagi belakangan. Begitu habis break di pos 3, gue sama Farid mulai melambat. Mas Irega paling depan.

Pras - Anggi - Gue - Farid - Mas Irega
Sumpah, perjalanan terberat lagi adalah dari pos 2 ke pos 1. Track panjang dengan sisa tenaga. Asli aslii, kalau nggak ada temen yang nyemangatin, gue mungkin udah nyerah. Intensitas istirahat jadi sering banget sementara stok logistik tinggal sedikit. Tujuan kita bukan lagi basecamp, tapi pos satu. Soalnya mau beli teh anget sama gorengan. Hehe. 

Menjelang pos 1, langkah gue udah nggak beraturan lagi. Udah kayak orang patah dengkul. Farid kayaknya nggak tega kalau lihat gue jalan kayak gitu. Tapi ya mau gimana lagi. Itu adalah sisa tenaga yang gue punya. Akhirnya, begitu sampai di pos satu, gue nggletak. Beuh, betisnya keras banget. Pundak juga udah nggak berasa. Punggung basah semua. Sambil break sambil nunggu Pras sama Anggi.

Setelah ngejejelin perut pake gorengan sama teh anget, kita jalan lagi. Tinggal sedikit lagi sampai basecamp. Sabar... Sabaaar... Sepanjang jalan itu kita berlima tetep bercanda. Yang paling sering kena ya kalau nggak gue, Anggi ya mas Irega. Gue juga bisa lihat pemandangan yang nggak bisa gue lihat waktu naik. Kayak pemandangan hamparan sayuran, terus ada berry hutan gitu. Macem-macem. Walaupun langkah gue tinggal satu-satu, tapi keinginan untuk bisa sampai basecamp itu tinggi banget. Iyalaaah, gue pengen segera menyudahi ini.

Jam 16.00
Alhamdulillah sampai basecamp. Gue langsung tepar di rumput. Tapiiii, baru sebentar tiduran, Farid udah ngajak pulang. Oh my... Baiklah, akhirnya kita langsung menempuh kembali jalanan Magetan - Jogja. Sebelum sampai Jogja, kita mampir makan dulu di alun-alun Sukoharjo. Berharap ketemu Aya, tapi ternyata enggak. Makannya di tengah lapangan sambil nonton langit. Tapi, mahal banget men jajan disana

Pas udah jalan lagi, Mas Irega pake ilang lagi. Duh, ternyata dia salah belok dan nggak ngikutin Pras sebagai penujuk jalan. 

Begitu masuk ringroad utara Jogja, gue udah pengen nangis. Udah nggak kuat nahan tas carrier yang menggantung manis di pundak gue. Berat banget. Gue yakin kalau pundak gue pasti udah lecet. Gue cuma pengen segera sampai rumah dan melepas semua beban ini. Iyalah, gue nonstop bawa carrier dong selama Jogja-Magetan-Jogja. Dewooo~

Jam 20.00
Alhamdulillah mendarat dengan cantik di rumah simbah. Asli, gue baru merasakan nikmatnya kursi setelah gue 3 hari nggak ketemu kursi. Setelah beres-beres dan membawa barang seperlunya, Farid pulang ke rumah.

Woh, lumayan panjang juga ya ceritanya. Tahukah kalian gaes, setelah pendakian ke Gunung Lawu itu, kaki gue sakit luar biasa selama seminggu. Jalannya udah kayak robot. Nggak cuma gue. Farid sama Anggi juga. Dan gue menemukan luka lecet di pundak gue yang sudah jelas asalnya darimana. Tapi, terlepas dari semua kesakitan yang gue rasakan, gue seneng banget bisa menginjakkan kaki di puncak Gunung Lawu. Banyak hal yang bisa gue dapatkan dari pendakian itu. 

Terima kasih sudah memberikan gue pengalaman menakjubkan. Kapan-kapan lagi yaaa :)

Semua foto disini, credit by : @MuhammadNFarid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar dari: