6 Januari 2020

Mudik Naik Kereta bersama Anak Bayik

Setelah sekian lama, akhirnya kita ketemu lagi duhai Stasiun Tugu :')

Halo gaes..

Postingan ini harusnya naik sebelum tahun 2020. Tapi gapapa lah ya~

Setelah satu tahun berlalu, akhirnya aku punya kesempatan lagi untuk mudik ke tanah tempatku dibesarkan. Bogor. Bersamaan dengan liburan sekolah, aku nggak akan menyia-nyiakan waktu untuk quality time bersama keluargaku. Ya, hitung-hitung untuk menyeimbangkan antara kerja dan keluarga dong ya. Mosok setahun kerja ga boleh cuti seminggu buat mengunjungi orang tua? Anak macam apa~

Mudik kali ini sungguhlah berbeda. Persiapannya beneran sejak berbulan-bulan sebelumnya. Memikirkan semuanya dengan sangat matang. Karena apaaa? Yap, karena mudik kali ini, aku tidak lagi sendiri ataupun hanya berdua dengan suami. Kami sudah ketambahan seorang personil cilik, yaitu si Anak Bayik. Sebenernya Ibu Bapak udah nyuruh kami mudik bawa Anak Bayik sejak berbulan-bulan lalu sih, tapi karena waktu itu kami merasa si Anak Bayik belum siap secara mental, ditambah kerjaan yang emang belum ada senggangnya, akhirnya kami memutuskan untuk mudik ketika libur akhir tahun saat kami merasa bisa mempersiapkan diri lebih baik juga.

Nah, biar suatu hari nanti Anak Bayik bisa baca pengalaman mudik pertama kali yang dia alami, aku akan menuliskannya di sini. Syukur juga bisa jadi tips untuk para ortu yang berniat untuk mudik dengan transportasi umum sambil membawa anak bayi.

1. Kenali Anakmu
Ketika kami memutuskan untuk mudik di akhir tahun, beberapa bulan sebelumnya kami sudah mulai mempersiapkan diri. Kami belajar untuk mengenali anak kami sendiri. Tentang bagaimana kebiasaannya saat di perjalanan? Apakah ia mudah bosan? Bagaimana siklus tidurnya? Apa yang bisa dilakukan saat macet? Bagaimana ia makan ketika dalam perjalanan? dan lain sebagainya. Pokoknya segala macam kebiasaan yang dilakukannya setiap hari bisa menjadi informasi mengenai hal apa saja yang perlu kami antisipasi. Walaupun pada kenyataannya, ketika anak tumbuh, akan ada banyak yang berubah juga dalam dirinya. Misalnya, pas naik mobil yang berhenti di lampu merah saat usia 4 bulan, dia akan menangis. Eh pas sudah usia 10 bulan ternyata sudah nggak nangis lagi kalau mobil berhenti. Tetapi kalaupun ada perubahan, biasanya ya nggak akan jauh dari itu.

Jangan lupa sounding! Sejak beberapa bulan ke belakang, setiap ngajak Anak Bayi main atau ketika dia setengah tidur gitu aku suka bilang ke dia, "Adek, besok kita jalan-jalan ke tempat yanguti ya. Kita berangkat bertiga sama Ayah. Nanti di jalan kita bisa seneng-seneng, naik kereta (waktu itu sih kepikirannya langsung kereta aja gitu)." dan berbagai afirmasi positif lainnya. Intinya ajak bayi bekerja sama lewat alam bawah sadarnya.

Kenapa kami mengajak Anak Bayik mudik saat usia 10 bulan?
Selain karena memang sempetnya (dan kebetulan juga mudik ke Bogor kali ini adalah dalam rangka jenguk keponakan yang baru lahir, plus menghadiri aqiqahnya) pas si Anak Bayik usia segitu, menurut kami di usia segitu Anak Bayik udah mulai bisa ngasih sinyal tentang apa yang dia mau walaupun memang belum sempurna. Kami selaku orang tuanya juga udah mulai hafal jam makan, apa makanan yang disuka, dan snack apa yang disuka. Hafal juga ritme tidur dia gimana, dia akan tidur kalau apa, dan dia akan kebangun/ga nyaman tidur kalau apa. Jangan lupa mainan kesukaan dan  kebiasaan apa yang bisa bikin dia happy. Kami juga udah training Anak Bayik dengan ngajak dia bepergian dengan range waktu tertentu (misal lebih dari 3 jam dan sukses tanpa rewel). Anak bayi yang rewel tu kadang bikin emosi naik lho, kasihan di anak bayinya, kasihan orang tuanya dan kasihan lingkungan sekitarnya juga. Coba deh kalau kita ada di manaa gitu terus lihat bayi rewel nangis terus, kita pasti kasihan dan pengen ikut bantu menenangkan, kan?

2. Pilih Transportasi yang Akan Digunakan
Setelah mampu mengenali karakter anak, kami mulai memilih jenis transportasi yang akan dipakai. Untuk perjalanan jauh pertama si Anak Bayik, tentu kami akan memilih jenis transportasi yang nyaman dan aman. Urusan kantong boleh lah ada nego dikit, toh kegiatan ini nggak setiap bulan diadakan. Hehe.

Tanpa banyak berdebat, aku dan suamiku langsung kompak untuk memilih transportasi umum berupa kereta api. Kelasnya, kami pilih yang eksekutif dengan rangkaian kereta yang tidak memiliki gerbong bisnis ataupun ekonomi. Alasannya ya sederhana aja sih. Waktu tempuh yang relatif pendek, tanpa terlalu banyak berhenti, ruang untuk kaki lebih luas dan kami selaku orang tua juga merasa nyaman untuk 'momong'. 

Seat yang kami dudukin. Foto dari mysukmanablog

Loh, kok nggak naik pesawat aja kalau mau yang cepet?
Wah, walaupun aku udah berkali-kali naik pesawat buat PP Jogja-Jakarta pas masih bujangan dulu, aku tetap akan mikir berkali-kali untuk menjadikan pesawat sebagai pengalaman pertama Anak Bayik bepergian jauh. Sejujurnya, aku tu kalo naik pesawat bakal tegang banget selama tu pesawat belum menyentuh tanah. Hahaha. Gimana mau bikin anak bayik tenang di pesawat kalau emaknya aja gelisah. Dan suamiku sepertinya sependapat sama aku tentang hal ini.

3. Tentukan Waktu Keberangkatan
Rencana keberangkatan kami ke Bogor bertepatan dengan peak season liburan akhir tahun. Jadi, kami sudah memesan tiket 30 hari sebelum keberangkatan supaya tetap kebagian tempat dan perjalanan sesuai dengan rencana. Ini gambling banget sih, begitu keluar jadwal pembagian raport aku langsung gercep beli tiket.

Akhirnya kami memutuskan untuk berangkat dengan kereta Argo Dwipangga dengan waktu berangkat jam 20.42 dari stasiun Tugu dan berakhir di stasiun Jatinegara jam 4.02 keesokan harinya. Kami memilih jam berangkat malam hari yaitu pada saat jam tidur Anak Bayik. Sejak usia 4 bulan Anak Bayik udah mulai punya jam tidur dan bangun yang cukup teratur (alias kalaupun geser yaa paling beberapa menit aja), jadi kami udah tau nih dia bakal tidur jam berapa dan bangun kira-kira jam berapa. Dan kalo udah deep sleep, mau digendong-gendong atau kena berisik kek gimana juga bakal susah bangunnya. Kasian dong ngga bisa lihat pemandangan? Ya emang tujuannya bukan itu, kok. Anak segede Anak Bayik juga belum ngeh dan belum bisa rekam ingatan soal pemandangan. Nanti kalau dia udah semakin besar, kita ulangi trip naik keretanya dengan waktu perjalanan di siang hari. Ups, is that a promise?

Kami memilih seat paling depan, alias deket banget sama pintu dan bodres. Awalnya suamiku mikir kalau kami ambil di depan bakal berisik banget kan sama orang yg lalu lalang, jadi dia pengennya di tengah aja. Tapi kalau di tengah, ruang kaki lebih sempit dan kalau Anak Bayik rewel bakal ngganggu istirahat penumpang segerbong deh sedangkan kalau di depan kan bisa jadi suara tangisnya nggak bakal sampai ke belakang banget. Keputusannya, kami ambil seat 1A dan 1B.



4. Bawa Barang Secukupnya
Untuk trip kali ini aku berusaha banget untuk tidak membawa barang bawaan yang terlalu banyak. Emang ya, ketika udah punya bayi tuh semua faktor kenyamanan bener-bener jadi prioritas. Dulu suamiku ogah banget kalo travelling bawa koper, maunya backpack atau ransel aja yang bisa digendong-gendong. Tapi sekarang dia mau pake koper biar tinggal tarik aja nggak perlu gendong. Eh, tapi itu antara lebih nyaman atau karena punggung dan pundak yang semakin tua ya? Wkwk.

Kami cuma bawa 2 tas dan 1 koper. 1 tas Anak Bayik isinya printilan bayi (snack, popok, pakaian ganti, minyak telon, mainan) dan dompetku. 1 koper isinya baju (aku, suami dan anak bayi), dan 1 tas ransel lagi isinya laptop (karena liburan tetep kerjaaaaah gaessss), dudukan hipseat, makanan ringan dan selimut sama bantal Anak Bayik.

Tas bayi nya aku pake Hanzel ransel dari BabyGo. Tas bayi yang bisa buat naroh cooler bag dan ada slot laptop sampai 14"-nya. Udah gitu, di bagian belakang tas ada strap untuk naroh di koper. Ini bantu banget sih biar nggak perlu gendong-gendong. Cukup pasang di koper, terus tinggal tarik deh.





Untuk baby carriernya, aku bawa Soft Structure Carrier (SSC) Ultimo dari Cuddle Me. Gendongan yang selalu menjadi andalankuh dalam menggendong Anak Bayik dalam waktu lama tanpa bikin badan terlalu pegel. Aku cuma bawa satu gendongan ini aja tanpa bawa gendongan samping atau jarik dan sebagainya. Pertama, biar nggak terlalu banyak bawaan. Kedua, biar aku dan suami bisa sama-sama pakai dan nggak ngeribetin. Cukup ganti setting talinya aja kalau mau gantian gendong. Secharaaa ukuran pinggangku dan pinggang suami kan berbezaa.

Ini foto di mall. Pokoknya bentukannya kek ginih.


Kurang lebih kek gene ya, bisa hadap depan juga.

5. Pastikan tak Ada yang Tertinggal
Sebelum berangkat, pastikan nggak ada barang yang tertinggal ya. Jangan lupa topi, jaket dan kaos kaki untuk bayi karena di kereta itu dingin banget cuy kalau malam. Dompet berisi KTP/SIM juga jangan lupa dibawa. Bawa snack secukupnya, tapi bawa minuman yang lebih dari cukup (ini kalau aku). Karena aku masih menyusui, jadi bakal sering haus kalau sering dbf juga ke Anak Bayik.

6. Berangkaaaaat!
Setelah semua rangkaian persiapan beres, saatnya menuju stasiun!
Usahakan agar tiba di stasiun paling enggak 1 jam sebelum keberangkatan. Kemarin kami sampai di stasiun 2 setengah jam lebih cepat dari jadwal berangkat. Alhasil Anak Bayik sempet agak rewel karena gerah banget, berisik dan susah buat dbf. Walaupun akhirnya digendong sama ayahnya sambil jalan-jalan di stasiun dan bisa tidur juga kurang lebih satu jam.

Oiya, sebelum naik kereta aku juga ganti popok Anak Bayik supaya selama perjalanan nggak terganggu dengan popok yang basah dan bisa bobok pules. 

Pas udah masuk di kereta, ternyata seat paling depan itu emang luas banget sih itungannya menurutku. Karena ada ruang untuk kursi roda gitu. As long as nggak ada kursi roda yang membutuhkan ruang itu yaa gapapa ya aku pake untuk taruh barang. 
Barang semua ku taruh depan kaki.

Anak Bayik selalu excited dengan segala pengalaman pertamanya, termasuk naik kereta ini. Hasilnya, waktu yang sudah memasuki jam tidurnya ternyata tertunda 2 jam karena dia sibuk banget duduk-berdiri di kursi, lihat lampu dan minta jalan-jalan di sepanjang gerbong (ngga mau diajak duduk anteng). Untungnya sih dia nggak nangis ya. Akhirnya jam 11 malam barulah dia beneran ngantuk dan tidur di pangkuanku sampai kereta tiba di stasiun tujuan.

Maafkan muka yang distikerin karena uda ga kontrol bgt. Ngantuq~


Yeaaaaay!

Alhamdulillah segala hal yang direncanakan ternyata cukup berhasil. Walaupun pas Anak Bayik tidur di pangkuanku tuh ya pegelnya pake banget. Aku susah gerak, sementara Anak Bayik kalo tidur juga suka gegulingan. Akan lebih enak sebenernya kalau bawa stroller (kalau bayinya juga terbiasa bobok di stroller), jadi ortu tetep bisa istirahat dengan proper.

Terus, ternyata bantal bayi dan selimut yang aku siapin dari rumah nggak kepake selama perjalanan. Selain karena di kelas eksekutif udah dapet bantal dan selimut, ternyata Anak Bayik tetep keringetan dong di kereta yang dingin itu. Nah karena Anak Bayik keringetan, aku juga kepanasan dan hasilnya malah jadi buka jaket selama perjalanan.

Menurutku, kunci sukses perjalanan jauh dengan bawa bayi adalah kita sebagai orang tua yang memahami kebiasaan si anak. Jangan ikut panik kalau bayi mulai rewel. Tetap harus saling komunikasi antara suami dan istri. Kalau capek nggendong, bilang. Kalau minta gantian momong karena harus ke belakang atau perlu ngapain gitu, bilang. Ngga usah merasa nggak enakan, wong ya suami/istrinya sendiri, ya kan?

Seneng rasanya bisa membawa pengalaman pertama Anak Bayik naik kereta tanpa drama. Kalau kamu, gimana perjalanan mudikmu sambil bawa anak bayi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar dari: