9 Mei 2020

Kapan Terakhir Kali Hatimu Berantakan?

Aku, hari ini.



Jadi, sejak jam 6 pagi tadi Baba dan Anak Bayik pergi. Ke rumah simbah doang sih di kabupaten sebelah. Tujuannya agar aku punya waktu istirahat di rumah karena udah beberapa hari aku kayak rada ngeluh gitu ke Baba, setiap menjelang buka puasa tuh Anak Bayik suka agak susah diatur. Padahal jam segitu aku lagi ngantuk-ngantuknya dan laper-lapernya (kalau siang Anak Bayik suka ga mau tidur), sedangkan aku momong sendirian.

Hari ini Baba kasih aku me time. Ini selalu Baba lakukan kalau aku udah mulai kelihatan jenuh dengan rutinitas harianku. Dia pasti akan ngasih aku waktu untuk menikmati kesendirianku untuk melakukan hal apapun yang aku mau.

Alhasil seharian ini aku di rumah sendirian.

Sebelum mereka berangkat, aku tuh super ngantuk karena biasanya habis subuh kan tidur lagi. Eh ini Anak Bayik ikut bangun dan nggak mau tidur lagi setelah subuh. Akhirnya Baba langsung prepare untuk ngajak Anak Bayik pergi se-pagi-itu. Emang sengaja diajak pergi pagi banget karena banyak hal; pertama, Baba harus ke sawah. Kedua, kalau siang keburu banyak orang dan panas di jalan. Setelah menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid 19, mereka berangkat.

Setelah mereka berangkat, aku masuk rumah. Seketika rasa ngantukku lenyap entah kemana. Akhirnya ku niatkan hari ini mau beres-beres rumah aja. 

Aku nyuci baju, nyuci piring, beresin dapur, ganti layout kamar, beresin tempat main Anak Bayik, ganti sprei, dorong-angkat 2 kasur, geser meja, buang sampah, pindah-pindahin lemari, nyapu, ngepel. Oiya, disambi ngajar daring juga buat 6 kelas hari ini. Semuanya kelar jam setengah 1 siang. Capek? Lumayan. Tapi seneng. 

Hasilnya, dapur rapi ga ada sampah dan cucian piring. Baju kotor udah nggak numpuk lagi. Layout kamar baru, barang nggak terpakai taroh di gudang, kamar jadi lega dan suasananya baru. Lantai bersih, kinclong, wangi. Buatku yang nggak terlalu suka berantakan, ini adalah saat-saat rumah yang paling rapi sejak Anak Bayik mulai bisa jalan.


Hujan deras

Habis sholat, ternyata mendung dan hujan deres banget. Akhirnya aku istirahat, tidur siang sampai jam 4 sore. Bangun, sholat dan rapi-rapi sambil persiapan buka puasa yang ala kadarnya.

Di luar hujan masih turun.

Laptop masih nyala. Memutar beberapa buah lagu. Aku menatap layarnya.

Lagu selesai. Hening.

Rumah udah beres, sajian buka sudah siap. Tapi, kayak ada yang kurang...
Ah, ternyata rumah yang rapi ini tidak seperti biasanya. Hari-hari sebelumnya, setiap sore pasti ada Anak Bayik yang minta jalan-jalan, atau minta disuapin di depan rumah, atau mainan balok, atau sekedar merengek minta digendong. Emang sih dia cuma di rumah simbahnya, deket. Tapi hatiku ternyata bisa jadi se-berantakan-itu.

Pojok mainan yang tidak tersentuh pemiliknya

Rencananya, Anak Bayik dan Baba akan pulang sebelum magrib. Tapi hujannya sampai menjelang magrib kok belum juga reda. Biasanya Baba akan pulang dari sawah 30 menit sebelum berbuka dan masak makanan enak untuk kami buka puasa, kali ini kok belum juga kelihatan muka gantengnya batang hidungnya.

Akhirnya aku buka puasa sendirian. Biar nggak sepi-sepi banget aku sambil muter channel Youtube-nya Desta Vincent. Ah setelah hampir 2 tahun menjalani Ramadhan bertiga, hari ini aku buka puasa sendiri. Semakin dirasakan, hatiku makin berantakan. Tiap ada kendaraan lewat, aku melongok keluar jendela. Oh, bukan. Gituuu terus.

Baba sampai rumah sebelum isya. Anak Bayik kurang lebih satu jam kemudian diantar simbahnya. Ketemu aku dan langsung nodong-gentong. Selesai nodong-gentong, dia mulai menyentuh mainan-mainannya. Satu persatu dimainkan, dipindah-pindahkan. Bosan dengan mainan yang satu, ganti dengan mainan yang lain.

Kini rumah rapi itu seakan tidak bersisa. Tapi ada berantakan lain yang hilang. Hatiku terasa sudah berada di tempatnya lagi seperti semula. Mendengar suara Baba. Mendengar celoteh dan tawa Anak Bayik yang menggemaskan. Mendengar dia memanggil, "Mama... mamaaa.." sambil tangan mungilnya memberikan sebuah balok kayu mainan buatku.

Jadi seorang ibu itu memang perasaannya kadang se-aneh-itu.
24 jam dengan tugas yang sama setiap harinya. Siapa yang tak jenuh? Sungguh aku salut dengan para ibu rumah tangga yang selalu menghadapi kegiatan yang hampir itu-itu saja setiap harinya.

Selama WFH, setiap hari aku belajar menjadi ibu rumah tangga. Belajar mengelola emosi. Yah, anggapan bahwa "Nanti kalau udah gede juga nggak gitu lagi..", saat si anak "membuat permasalahan", sesungguhnya adalah hal yang tak akan pernah terwujud. Anak tumbuh dan berkembang, begitupun permasalahan yang akan ada dan kita hadapi sebagai orang tua.

Adakah yang mengalami masa-masa saat anak udah masuk jam tidur siang. Udah nodong-gentong, dikipasin, dia udah merem-merem, kita udah ikutan ngantuk, tiba-tiba ada motor knalpot racing lewat. Wrenggggggggggg. Kemudian mata yang hampir merem itu mendadak melek melotot dan nyari jendela untuk lihat 'ada paan sih nih?'? Anak nggak jadi tidur, emaknya puyeng karena udah ngantuk tapi harus bangun lagi.

Jadi, me time untuk ibu memang diperlukan. Dan sebagai suami, Baba sudah amat sangat baik dan pengertian dengan take over pengasuhan dan memberikan kesempatan istirahat buatku. Walaupun ujung-ujungnya baru ditinggal Anak Bayik beberapa jam aja udah kangen berat, tapi setelah me time ibu akan lebih fresh. Badan lebih seger karena istirahat nggak terinterupsi rengekan nodong-gentong dan siap untuk momong Anak Bayik lagi keesokan harinya.

Jadi, gapapa nih kalau hatinya berantakan?
Ya gapapa. Bentar doang inih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar dari: