20 Juni 2019

Cerita Kehamilan: Persalinan Luar Biasa

Sumber: Photo by Janko Ferlič on Unsplash
Hm, sebelum baca postingan yang ini, diklik dulu ya lagunya. Nanti kamu bisa baca sambil dengerin lagu ini :)



13 Februari 2019

Rabu pagi, hari ketiga cuti.
Bangun tidur aku beraktifitas seperti biasa. Sholat subuh, mengisi perut, kemudian tidur-tiduran sebentar alih-alih jalan pagi yang sangat baik untuk ibu hamil di trimester tiga sepertiku. Hari itu aku tak berencana pergi kemana-mana karena ada pekerjaan yang harus aku selesaikan sebelum makin mendekati HPL.

Kira-kira pukul delapan pagi.
Aku asyik mengolah gambar di depan PC suamiku. Satu gambar, dua gambar, masih seperti biasa. Tiba-tiba aku merasakan kemunculan sebuah rasa yang sudah hampir 9 bulan ini tidak aku rasakan. Mulas seperti akan haid. Kala itu usia kandunganku sudah 38 minggu 4 hari. Seketika aku langsung menebak bahwa, “Oh, inikah yang disebut orang-orang dengan kontraksi?”. Masih menduga-duga karena hari-hari sebelumnya tidak terasa ada sesuatu yang lain, termasuk tanda melahirkan berupa flek.

Awalnya biasa saja. Aku masih asyik berkutat dengan pekerjaanku. Setiap rasa itu datang, kucoba mengatur nafasku agar nyerinya sedikit berkurang dan bisa kukendalikan. Sambil kucatat waktu mulai, waktu berakhir serta interval kemunculannya. Ah, masih belum teratur ternyata. Kadang lima menit, kadang sepuluh menit sekali. Pokoknya masih belum teratur. Dari literatur yang kubaca, hal seperti ini disebut kontraksi palsu (braxton hicks).

Semakin siang, ternyata kontraksinya tidak hilang. Tak ingin diam saja, aku masih sempat berjalan-jalan keliling rumah sambil mempersiapkan hospital bag yang belum kusentuh sama sekali (Plis ini jangan ditiru ya teman..). Perlengkapan persalinan, baju bayi, popok, selimut, sampai baju ganti untukku langsung kumasukkan ke dalam tas. Suamiku ikut membantu. Ia kemudian membuatkanku segelas susu dan menyuruhku agar istirahat. Aku merasa masih kuat sekalipun kontraksinya juga tetap muncul dan hilang kapanpun ia mau. Bahkan, aku sempat ditinggal suamiku kurang lebih 1 jam untuk mengambil kendaraan di rumah mertuaku.

Jam tiga sore, interval masih belum teratur.
Kendaraan siap, perlengkapan bayi dan aku juga siap. Setelah suamiku memberi kabar kepada keluarga di Kalibawang, ibu mertua dan kakak iparku segera menyuruhku berangkat ke puskesmas tempatku akan melahirkan. Kupikir, “Ah nanti saja. Toh ini masih kontraksi palsu. Belum 5-1-1. Pasti belum ada bukaan”. Informasi tentang persiapan melahirkan banyak sekali kudapat dari instagram @bidankita, banyak juga cerita dari orang-orang yang membagikan pengalaman persalinannya. Jadi, aku tidak terlalu khawatir dan memang mempersiapkan diri agar tidak cemas berlebihan. Berangkat ke tempat bersalin saat sudah “siap” juga untuk menghindari intervensi berlebihan dari tenaga kesehatan yang akan membantu persalinan yang bisa menyebabkan ibu dan bayi trauma. Walaupun aku sendiri punya argumen, ternyata keberangkatan ke puskesmas tidak bisa ditunda, kami tetap harus berangkat. Mbak iparku bilang agar kandunganku bisa diperiksa terlebih dahulu.

Aku setuju. Selama kehamilan, aku belum pernah memeriksakan kandunganku di puskesmas tempatku akan bersalin. Jadi, untuk pemeriksaan ini kupikir akan baik jika kulakukan.

Perjalanan ke puskesmas kurang lebih 15 menit melewati Jalan Magelang yang lumayan ramai. Aku masih bisa bercanda dengan suamiku. Saat kontraksi datang, masih kucoba untuk tetap mengendalikan diriku sendiri. Walaupun terkadang tetap mengaduh-aduh kesakitan.

Puskesmas Ngluwar, VT pertama.
VT adalah Vaginal Touch. Dilakukan untuk memeriksa bukaan yang terjadi pada jalan lahir bayi di persalinan normal. Dari namanya, sepertinya tak perlu kugambarkan bagaimana prosesnya ya. Yang jelas, bidan disana bilang, sakitnya baru 1/100 nya dari melahirkan. Yang penting saat melakukan VT adalah rileks, dan kalau bisa tidak dilakukan sering-sering. Paling tidak 4 jam sekali. Kenapa? Karena rasanya memang kurang nyaman. Ah, rasanya aku tidak ingin mengingat kembali rasanya ini.

Ternyata, seperti dugaanku. Belum terjadi pembukaan dan kontraksinya masih berupa kontraksi palsu karena belum terjadi setiap lima menit sekali, selama satu menit. Sehingga, belum bisa dipastikan kapan akan terjadi kelahiran. Bisa nanti malam, bisa besok hari, atau lusa. Akhirnya, kami pamit pulang ke rumah. Aku berusaha agar tetap rileks sekalipun kontraksinya tetap muncul dan hilang. Sepanjang perjalanan pulang yang ditemani hujan deras, aku dan suamiku menyempatkan mampir di tempat makan mie ayam favorit kami. Mood booster katanya. Supaya tetap kenyang dan tetap tenang.

Sampai di rumah, aku kembali istirahat. Karena semua perlengkapan sudah siap, tak ada lagi yang aku kerjakan selain menikmati setiap gelombang cinta itu datang. Menjelang maghrib, interval nya semakin rapat. Sudah mulai terasa mulas seperti ingin BAB. Kugunakan waktu yang ada untuk ke belakang karena. Di literatur yang kubaca, jalan lahir itu menekan usus besar dan kandung kemih. Jadi, biasanya kedua tempat penyimpanan hasil eksresi dan defekasi itu dikosongkan lebih dulu agar jalan lahir bisa terbuka.

Selepas maghrib, gelombang cinta makin intens. Perutku terasa kencang dan mulas semakin menjadi-jadi. Kuatur nafasku walaupun terkadang sampai harus merintih kesakitan. Aku mencoba tetap tersenyum walaupun tingkat sakitnya sudah lebih tinggi dari sebelumnya. Selain mulas, perutku juga terasa mual ingin muntah. Setelah memperhatikan catatan waktu kontraksi, akhirnya selepas isya kami berangkat kembali ke puskesmas. Selain ditemani suami, aku meminta tanteku agar turut menjagaku saat di perjalanan. Sepanjang perjalanan kututup mataku sambil berdoa, tetap mencoba tersenyum dan atur nafas ketika gelombang cinta muncul tiap lima menit sekali. Berusaha untuk tetap tenang dan tidak mengaduh-aduh, selain agar diriku tetap tenang, juga agar suamiku tetap konsentrasi menyetir. Perut dan punggungku diusap-usap tanteku sepanjang jalan. Aku tidak sabar ingin bertemu belahan jiwaku, dan kurasa diapun begitu.

Sampai di puskesmas, sudah ada ayah ibu mertuaku, kakak iparku, keponakanku serta tenaga kesehatan yang akan membantu proses persalinanku malam itu. Ruangan sudah siap. Nah, kenapa aku memilih di puskesmas, nanti akan kujelaskan pada tulisan yang lain.

Aku langsung diminta tidur di ruang bersalin, kemudian dilakukan lagi VT. Ternyata sudah bukaan 5. Setengah perjalanan lagi sebelum total bukaan. Pada saat itu, gelombang cinta semakin intens dan kuat, dorongan ingin mengejan sangat kuat tapi aku dilarang mengejan agar jalan lahir tidak bengkak. Kucoba atur nafasku, yaaa, walaupun terkadang diselingi jeritan-jeritan (yang setelah proses lahiran selesai, tanteku bilang sebenarnya ia ingin tertawa mendengar celotehanku saat menjerit).

Kala itu di ruangan bersalin aku ditemani suamiku, kakak iparku, tante serta ibu mertuaku yang tak lelah mendoakan serta menyuapiku makanan serta minuman. Agar badanku kuat saat nanti mengejan, aku harus makan dan minum yang cukup. Tapi karena aku menahan sakit, beberapa kali aku juga muntah dalam jumlah yang cukup banyak. Beberapa kali aku juga meminta agar Bu Bidan memeriksa lagi bukaan pada jalan lahir karena rasanya seperti sudah ada yang mau keluar. Tapi ternyata baru bukaan 7. Posisi bayi sudah masuk panggul tetapi serviksnya masih cukup tebal, kata bu bidan.

Huuuf, sabar-sabar... Sabar ya nak. Anak pintar, seperti afirmasiku padanya agar mencari jalan lahir yang membuat dia dan diriku nyaman.

Jam 22.00.
Akhirnya bukaan lengkap juga setelah aku sempat mengejan saking tidak kuatnya aku menahan. Padahal sudah kucoba untuk mengatur nafas, berganti posisi dari miring kiri menjadi duduk, istighfar, membaca do’a dan mencoba mengalihkan pikiran dari rasa sakit. Setelah bukaan lengkap, aku dipersiapkan untuk mengejan. Saat kontraksi terasa dan perut mengeras, kutarik nafasku dan mulai mengejan sekuat tenaga. Nafas habis, kuulangi lagi. Begitu sampai beberapa kali.

Belum keluar juga. Ayo adek, bantu ibu nak..

Afirmasi selama hamil agar perineumku tetap utuh ternyata gagal. Karena mengangkat bokong, jalan lahirnya mengalami robek yang cukup ‘berantakan’. Bahkan, di tengah jalan ketika mengejan dan kepala bayi sudah nyaris keluar, aku nyaris menyerah karena sakit yang sungguh nikmat. Namun aku juga tak sabar ingin segera bertemu dengan bayi kecil yang sudah kubawa kemanapun aku pergi selama 9 bulan kebelakang.

Jam 23.05
Satu kali mengejan yang terakhir, bayi kecilku keluar bersamaan dengan suara tangis yang memecah ketegangan malam itu. Seorang bayi laki-laki dengan berat 3,5 kg dan panjang 50 cm lahir ke dunia yang fana ini. Ucapan syukur dan tangis haru memenuhi ruangan. Aku menatap suamiku, seolah mengatakan bahwa 'Aku sudah lega, Mas..'. Segera setelah itu, inisiasi menyusui dini dilakukan. Seorang bayi kini merangkak di atas dadaku, mencari minuman pertamanya di dunia ini. Kuusap kepala dan punggungnya. Haru. Tetes air mata tidak dapat lagi dibendung. Sayangnya tak cukup lama karena ada bagian dari plasenta yang nampaknya masih tersisa di dalam rahimku sehingga harus dikeluarkan. Jangan tanya prosesnya, karena itu juga rasanya luar biasa.

Sungguh sayang sekali, aku tidak sempat mendengar suamiku mengadzani dan iqamah di kedua telinga anak kami. Perjuanganku belum selesai.

Lelah, lapar, mengantuk, tapi belum bisa istirahat. Akibat proses persalinan yang membuat jalan lahirku robek, aku perlu mendapat jahitan yang cukup banyak. Grade 2. Rasanya? Walaupun sempat dibius, pada akhirnya aku tetap menangis karena tak kunjung selesai. Pukul 02.30, barulah segala proses persalinanku selesai dan aku bisa beristirahat.

Begitu selesai, bidan yang menolongku berkata, “Habis ini minta maaf ya sama ibu..”. Apa daya, malam itu tak kudapati ibu kandungku berada disisiku. Kami hanya sempat video call sebentar ketika aku sedang dijahit. Kini ku tahu bagaimana rasanya. Dan betapa durhakanya aku ketika aku menyakiti perasaan ibuku, ketika aku tau rasanya bagaimana bertaruh nyawa di meja persalinan. 

Jika kamu bertanya bagaimana rasanya?
Bahagia, penuh syukur dan terharu. Sepanjang kehamilan, entah kenapa aku tidak terbayang-bayang ketakutan akan kelahiran normal pervaginam yang orang-orang bilang sangat sakit. Kuisi kehamilanku dengan rasa bahagia, kegiatan dan afirmasi positif setiap hari. Instagram @bidankita banyak sekali memberi informasi bagaimana agar proses kehamilan dan melahirkan menjadi tidak menyeramkan. Tentang mengatur nafas, memperbanyak pengetahuan tentang posisi bayi dan jalan lahirnya, sampai proses persalinan dan pasca persalinan. Selain itu, Alhamdulillah perkembangan janinku baik dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Pada setiap proses persalinan tidak hanya melahirkan bayi baru ke dunia ini, tetapi juga melahirkan seorang ibu dan ayah baru. Aku bersyukur suamiku selalu mendampingi mulai dari proses kehamilan sampai seluruh tindakan selesai. Yang mengurus urusan rumah tangga, yang memastikan aku selalu makan makanan yang baik, yang membelikanku ini itu supaya aku tetap merasa baik, yang bersedia mengantarku kesana kemari, yang kuremas dan kutarik bajunya saat kontraksi berlangsung. Bahkan sampai setelah aku selesai melahirkan, kuyakin yang lelah dan lapar tak hanya aku, suamiku juga.

Adek, terima kasih sudah menjadi teman berjuang yang kompak selama sembilan bulan ini. Ibu harap kekompakan kita tidak berakhir ketika kamu keluar dari rahim ibu ya, Nak. Kita harus kompak sampai kapanpun. Ketika nanti mungkin dunia sedang tak baik padamu, jalan pulang menujuku masih tetap terbuka lebar. Sholih ya, Nak. Love you my son 

Melahirkan, apapun dan bagaimanapun prosesnya, tetaplah penuh dengan perjuangan. Setelah ini masih akan ada hari-hari yang perlu dinikmati sebagai sepasang orang tua baru. Kami mohon do’a agar kami dapat membimbing anak kami sebaik-baiknya, serta mohon do'a anak kami menjadi anak sholih, berbakti kepada kedua orang tua, bermanfaat bagi sekitarnya dan selalu bahagia.

Aamiin 

Total 14 jam dari awal kontraksiku sampai anakku lahir di dunia ini. Ada yang bilang sebentar, ada juga yang bercerita bahwa waktu yang lebih cepat pun ada. Sudahlah, tak perlu diperdebatkan. Semua proses melahirkan itu sam mulianya. 

Jika ada teman pembaca yang ingin sharing pengalaman atau bertanya, boleh untuk meninggalkannya di kolom komentar.
Terima kasih sudah membaca ˙˚ʚ(´◡`)ɞ˚˙

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar dari: