31 Agustus 2016

Chocholate Choco Chips Cookies a la Chef FH

Gue jadi punya utang tulisan ini gara-gara di instagram gue upload foto ginian:

Dari instagram
Asik kan? Apa? Enggak? Iya sih itu gambarnya nggak kayak choco chips cookies :(

Pada penasaran nggak resep apa yang gue pake dan tips supaya si cookies itu bisa bulet (hampir) sempurna? Iya, nggak sempurna soalnya kesempurnaan hanya milik Allah dan kesempurnaan cinta milik Rizki Febian. Halah.

Jadi, di postingan kali ini gue mau berbagi resep yang sebenernya gue dapet dari internet juga. Tapi dengan beberapa modifikasi yang gue lakukan. So, jangan berhenti baca sampai di sini ya!

Untuk bikin cookies ini, yang paling pertama dibutuhkan adalah niat. Kedua, uang buat beli bahan-bahan. Buat kalian para kawula Jogja, bahan bikin kue ini semuanya bisa didapatkan di Intisari (selatannya fly over Lempuyangan). Gue juga beli di situ. Harganya so so sih, tapi karena lengkap jadinya gue prefer beli di sana. Mulai dari bahan sampai alatnya pun lengkap. Buat cewek, kalian harus mampir di Intisari, minimal sekali seumur hidup lah. Gue sih pas pertama kali ke sana pas udah mau lulus kuliah kemudian lantas gumun karena emang belum pernah masuk ke tempat kayak gitu seumur hidup. Banyak aneka bahan bikin kue yang gue baru lihat sekali. Pokoknya emezingggggg.

Nah cookies kan macem-macem tuh resepnya. Mulai dari yang sederhana sampai yang bahannya njelimet plus agak mahal. Kali ini kami bikin cookies yang pakai butter sama palm sugar. Dia nggak mau kalau nggak pakai resep yang itu. Katanya, nanti rasanya nggak bakal sama kayak waktu pertama kali bikin cookies dulu. Yasudahlah yaaa, jadi begini resepnya:

226 butter unsalted
200 gr gula pasir
130 gr palm sugar
2 butir telur
350 gr terigu protein rendah
1/2 sendok the vanili bubuk
1 sendok the soda kue
1 1/2 sendok the baking powder
200 gr chocolate chips atau sesuai selera

Alatnya:

Oven
Timbangan digital
Loyang
Kertas minyak
Mixer
Skop eskrim

Mungkin kalian bertanya-tanya, apa job description si skop eksrip dalam pembuatan cookies ini. Makanya, baca dulu sampai habis yaaa!

Cara:
  1. Untuk persiapan, panaskan dulu oven pada suhu 150 derajat celcius
  2. Kocok butter, palm sugar, vanili dan gula pasir dengan mixer (kurang lebih 4 menit)
  3. Masukkan telur satu per satu kemudian kocok lagi dengan mixer (kurang lebih 2 menit)
  4. Masukkan campuran tepung terigu, baking powder dan dan soda kue
  5. Aduk hingga rata
  6. Masukkan choco chips, aduk rata kembali
  7. Lapisi loyang dengan kertas minyak
  8. Gunakan skop eskrim untuk mencetak cookies di atas kertas minyak
  9. Panggang cookies kurang lebih 15-18 menit sampai berwarna kuning kecoklatan
  10. Angkat, diamkan dulu hingga dingin dan mengeras
  11. Cookies siap disajikan

Nah, gitu caranya. Gampang kan? Hasil dari pembuatan cookies kali ini kayak gini nih..


Oiya, supaya si cookies pas matang bisa berbentuk bulat gepeng gitu, kita nggak perlu meratakan sambil ditekang-tekan pake sendok pas proses cetaknya. Cukup pakai skop eskrip ukuran kecil (kalo bisa yang kecil banget) terus taruh aja udah adonannya di atas loyang. Nanti pas proses pemanggangan, si adonan akan memipih dengan sendirinya. Jangan lupa dicek adonannya pas lagi proses memanggang.

Sebelum dipanggang

Setelah dipanggang. Abaikan lantainya, soalnya ovennya emang di bawah.
Hasil dari bikinan gue sama Farid ini enak, meskipun menurut kami masih agak terlalu manis dan bagian tengahnya masih agak empuk. Diameternya kurang lebih 6cm lah. Gede kan. Ya soalnya skopnya juga ternyata gede, padahal udah beli yang paling kecil. Jadi buat ukuran cookies yang lebih kecil, bisa pakai skop yang lebih kecil. Tips mencetak cookies ini gue dapet dari twitter @foodporn.

Di cookies gue sama Farid ini, masih kelihatan banget kristal gulanya. Yap, karena gulanya nggak pakai gula halus atau gula yang dihaluskan. Jadi saran gue, kalau nggak mau si kristal masih kelihatan, kalian bisa menghaluskan dulu gula pasir sama palm sugarnya.

Masih ada kristal-kristal gulanya >,<
Cookies ini bisa awet agak lama kok. Dan kalau udah disimpan beberapa hari dalam wadah tertutup rapat, ternyata bisa lebih crunchy. Cocok banget dimakan sama eskrim, youghurt atau dicelup di susu atau teh. Naaah, gimana? Gampang kan?

Selamat bikin cookies :)

29 Agustus 2016

One Day Trip: Mangrove Pasir Kadilangu


Semenjak udah kerja, hari libur menjadi saat yang paling ditunggu-tunggu buat gue. Hari dimana bisa mengendurkan urat leher sejenak dari aktivitas ngajar. Hari dimana gue pengennya nggak ada di dalam ruangan, tapi pergi main ke tempat yang bernuansa alam yang seger, menghindari tempat macet dan bisa jadi quality time sama partner-in-crime gue.

Hari Jum'at gue terbebas dari jam ngajar, alhasil gue nggak ke sekolah. Pas kamis itu gue udah ngode-ngode ngajakin Farid piknik di daerah Kulon Progo gitu, tapi kayaknya dia lagi nggak kepengen main gitu dan menawarkan buat masak-masak aja di rumahnya (yang fasilitas masaknya lebih lengkap dan menyenangkan hahaha). Ya pokoknya dia kelihatannya emang lagi nggak pengen pergi-pergi gitu, pas tanggal tua juga soalnya. Kita sama-sama lagi nggak punya duit haha. Yaudah gue nurut aja kalo dia nggak mau. Nah, pas malem itu gue mimpi buruk dong. Jadi di mimpi itu gue ditodong orang di pinggir jalan, semua barang bawaan gue diambil, terus penjahatnya serem banget gitulah. Dan kejadian di mimpi itu ceritanya pas gue pulang ngajar. Gue biasanya kalo mimpi serem apa mimpi seneng gitu emang cerita sama Farid, yaudah habis mimpi buruk itu gue kebangun dan langsung cerita ke Farid. Tak disangka dia bilang gini:

"Duh, kayaknya kamu lagi stres nih… Yaudah yuk besok kita piknik…"

:')

Nggak tau mesti gimana sih, antara masih panik tapi seneng juga. Gitu deh :')

Jadilah keesokan harinya gue udah di rumah Farid buat piknik. Nah, dari awal sebenernya gue udah pengen banget piknik ke Hutan Mangrove yang di daerah Temon, Kulon Progo itu. Tapi Farid menolak karena kejauhan. Dia malah ngajak cari merica ke Purworejo yang setelah dicari alamatnya ternyata 84 Km dari Kulon Progo dan akhirnya kita mengurungkan niat buat cari merica. Setelah diskusi dan sesi kamu-pengennya-kemana, jadilah kami ke Hutan Mangrove seperti tujuan awal. Hahaha. Ujung-ujungnya tetep piknik ke sana juga.

Berhubung hari Jum'at, jadinya mampir di Masjid Agung Kulon Progo dulu di Wates dan ternyata datengnya barengan sama Plt. Bupati Kulon Progo yang sama-sama hampir telat karena udah iqomah. 

Hutan Mangrove terletak di Jangkaran, Temon, Kulon Progo. Kalau dari arah Jalan Wates, ikutin jalan ke arah Pantai Congot/Purworejo. Kalo kemaren gue lewat belokan yang ke arah Pantai Glagah, terus belok kanan masuk Jalan Daendels ke arah barat. Setelah jembatan Congot, kurang lebih 300 m di sebelah kiri jalan ada petunjuk jalan ke Hutan Mangrove. Gangnya lumayan kecil dan belum ada gapuranya jadinya kalo udah sampai jembatan Congot mendingan jangan ngebut daripada kebablasan.

Setelah belok kiri, lurus terus ke selatan (sambil ditemenin bau gula aren) sampai ketemu perempatan yang ada posnya dan dijaga 4 orang berseragam. Di situ harus bayar Rp.2.000 dan kami langsung bilang kalo murah banget masuknya. Tapi yang gue bingung adalah nggak ada papan daftar biaya retribusi yang resmi gitu kayak di objek wisata yang udah femes, udah gitu nggak dikasih tiket pula. Dari situ kita masih lurus terus sampai mentok dan nemu papan penunjuk jalan. Kalau ke arah kanan itu ke Jembatan Si Api-api, kalau ke kiri ke Kadilangu. Nah, kemaren itu kami nggak ngerti mesti kemana dulu. Jadilah kami coba-coba ke kiri dulu dan ternyata di sanalah letak retribusi sebenarnya berada. Menurut pengelola di sana, pembayaran yang di luar tadi itu bukan yang resmi. Jadi kayak orang desa yang deket jalan gede itu kan jalan desanya dilewatin sama orang-orang yang mau wisata, tapi mereka kan nggak dapet apa-apa, sedangkan jalan mereka dilewatin dan kemungkinan bisa rusak. Nah, makanya mereka mintain uang gitu. Tapi informasi ini masih berdasarkan katanya-katanya lho yaa jadi kalau ada yang punya info lebih valid boleh banget disampaikan ke gue biar gue post di sini :)

Biaya retribusi di Mangrove Kadilangu (atau di kertas retribusinya tertulis Pantai Pasir Kadilangu) per orang Rp.3000 dan untuk motor bayar parkirnya Rp.2.000.


Retribusi Resmi Mangrove Kadilangu
Fasilitas di Mangrove Kadilangu ini cukup lengkap kok. Ada tempat parkir beratap, toilet, mushola, dan tempat jajan. Dari parkiran kami masih harus jalan sekitar 100 meter untuk sampai di gerbang hutan mangrove. 

Nah, hutan mangrove ini belakangan jadi tempat yang cukup hits di kalangan anak muda (kalo kata Farid sih buat kalangan kelas menengah ngehe, termasuk kami). Tempat ini juga masih dalam tahap pengembangan, jadi pas gue ke sana masih ada fasilitas yang lagi dibangun atau diperbaiki.

Pintu Masuk Mangrove Kadilangu
Emmm, apa sih daya tarik Mangrove Kadilangu sampai jadi rame didatengin orang-orang?

Menurut gue penduduk di sana tuh pinter banget baca pasar. Mereka paham banget kalau jaman sekarang orang-orang butuh eksis. Butuh foto-foto yang instagram-able banget buat diposting. Jadilah Mangrove Kadilangu ini dibikin jembatan-jembatan yang dibentuk dan dihias sedemikian rupa biar cucok jadi spot foto. Nggak lupa, dikasih nama yang unik dan bikin ngekek. Kalo nggak salah sih ya salah satunya ada 'Jembatan Melupakan Mantan' (CMIIW, lupa soalnya haha). Terus ada juga jembatan yang bentuknya love, ada ayunan yang bentuknya hits banget, pokoknya banyak banget spot foto di sana. Tak lupa dilengkapi fasilitas balon yang bisa jadi properti foto haha.



Ayunan Hiiiiiitzzzzzzz
Jembatan Love
Kami dateng ke sana pas hari Jum'at jam 12.30. Panas dong? Kalau hari normal sih pasti panas banget, tapi pas kemaren kami kesana tuh kayak feel blessed gitu. Cuacanya nggak panas, lumayan mendung tapi nggak gelap. Udah gitu karena bukan weekend, jadinya sepi banget dan puas buat foto tanpa perlu takut fotonya 'bocor'. 

Tapi persiapan kami ke sana tuh nggak maksimal, karena nggak bawa bekal makanan, nggak bawa topi dan nggak bawa kamera. Haha. Diomelin Farid nih gara-gara ini, katanya gue kalo piknik nggak niat :'D Padahal baru kali ini doang nggak fully prepared. Jadinya kami nggak ngambil foto terlalu banyak dan Cuma mengandalkan kamera dari ipun.



Menanti siapa? Menanti kapan kamu lulus, mz :3
Mangrove Kadilangu ini nggak terlalu luas sih menurut gue. Tadinya kan gue pikir tuh jembatannya tuh terintegrasi ke Mangrove Jembatan si Api-api ya, ternyata enggak. Kalau mau ke Jembatan si Api-api harus naik motor lagi dan kayaknya sih bayar lagi. Oiya di Mangrove Kadilangu ada tempat duduk yang cukup luas gitu, letaknya di bawah rerimbunan pohon mangrove. Harus kuat iman kalo ke sini. Hahahaha. 

Menyusup
Selain memperhatikan spot foto, kami juga memperhatikan banyak hal di Mangrove Kadilangu. Diantaranya soal Pohon Mangrovenya, akarnya, terus biota yang ada di hutan mangrove. Kami nemu kepiting, sumpil (atau sompil, itu lho yang kayak keong sawah tapi panjang cangkangnya), terus ada ikan yang punya kaki. Iyaa, jadi ikannya bisa jalan di lumpur gitu. Kalau nama ikannya cek di google atau ensiklopedia aja yaa (wuuuu blogger pemalas :p).

Ikan yang Bisa Jalan
Siang itu lautnya lagi surut, sehingga menampakkan apa-apa yang tertutup saat laut pasang. Daaaan inilah diaaa… Jengjeeeeng! Yap, sampah. Di bawah jembatan yang bagus buat difoto ternyata sampahnya banyak banget. Yang gue heran, kenapa sampah sandal banyak banget di sini .___. Bukan rahasia lagi sih kalau sebagian sampah rumahan itu ya ikut kebuang di laut. Sayang banget kan kalau kotor kayak gini, khawatirnya sih nanti ekosistem di hutan mangrove bisa terganggu. Oiya hutan mangrove ini banyak banget lho fungsinya. Nih contohnya ajaa, kalo misalkan nggak ada hutan mangrove, tanah di deket-deket pantai nggak bisa subur.

Sampah yang Menumpuk
Setelah puas ngelilingin jembatan Mangrove Kadilangu, kami balik ke parkiran buat ngambil sompil. Gue sih nggak tau apa-apa soal sompil, karena baru lihat pertama kali. Tapi Farid bilang itu enak di makan. Padahal di sana tuh kayak hama gitu, berserakan dimana-mana tanpa ada yang ngopeni. Udah gitu ada kejadian kocak pas Farid mau ngambil sompil, dimana dengan pedenya Farid melangkah ke atas gundukan lumpur yang dikiranya padat ternyata mblesek. Mbleseknya tuh sampe betis dan bikin celana kotor, panik tapi lucu. Hahahaha. Duh beneran nggak kuat nahan ketawa. Maaf yaa maaaaaaf :3

Selesai ambil sompil kami memutuskan untuk pulang sambil bawa satu kantong plastik sompil. Ternyataaa pas sampai rumah, masnya Farid bilang kalo sompil itu haram. Alhasil ya harus dibuang. Hihi. Padahal ngambilnya udah pake acara kejeblos lumpur segala. Yah, itulah hidup. Kadang yang diperjuangkan demikian kerasnya, harus berakhir tanpa hasil.

Alhamdulillah seneng rasanya bisa piknik. Yang bikin gue seneng kalo piknik ke Kulon Progo adalah masih sepi, jalanannya lengang dan nggak macet. Jadinya walaupun jauh tapi nggak kerasa bete aja di jalan. Biaya yang dikeluarkan juga nggak terlalu besar jadi masih bisa ditolerir untuk jadi destinasi wisata di tanggal tua.

Farid jangan bosen nemenin aku piknik ya :) 

26 Agustus 2016

Teaching Life on This Week

Minggu ini gue mencoba membagi kelas XI menjadi beberapa kelompok untuk materi mengenal ikon pada Microsoft Excel. Karena mereka udah kelas XI, yang ada di kepala gue adalah mereka minimal udah ngerti lah ikon Save itu yang mana, jadinya selama 3 pertemuan kebelakang ini mereka gue kasih praktik, praktik dan praktik plus beberapa soal teori tentang apa yang mereka praktikkan. Ternyataaa, banyak yang belum tau caranya nyimpen yang gimana terus ikonnya yang mana. Ada juga yang nggak tau buat menyelesaikan soal praktik itu yang dipake ikon yang mana aja (padahal gue udah ngasih modul yang ada materi pelajarannya ke mereka, dan nggak dibaca). Jadilah gue tercetus untuk memberikan (lagi) materi awal tentang Excel dalam bentuk tugas kelompok. Kenapa gue bikin kelompokan, soalnya kalaupun mereka ngerjain sendiri pasti hasilnya bakalan sama semua karena mereka biasanya 'sharing' hasil kerjaan. Yaudah gue bagi kelompok aja, at least mereka kerjaannya jadi bisa dibagi dan gue pengen tau teamwork mereka dalam mengerjakan tugas tuh gimana.

Salah satu komponen dalam proses pembelajaran salah satunya adalah media pembelajaran yang digunakan. Media pembelajarannya gue buat sendiri, yakni pake kartu ikon dan tugas mereka adalah menempel ikon pada tempat yang tepat kemudian mereka menuliskan nama ikon dan fungsinya. Gue mencoba untuk membuat proses belajar menjadi menarik buat murid-murid, karena murid-murid gue ini gue rasa udah bosen sama metode belajar yang cuma nyatet-ndengerin guru ngomong selama pelajaran berlangsung. Alhasil walaupun pembuatan media kali ini lumayan menguras waktu, kantong dan tenaga, media ini Alhamdulillah bisa diterima sama mereka. 

Mereka tetep bisa ngebagi kerjaan, walaupun setelah agak sedikit gue 'ancam' dengan kalimat "yang nggak ikut mengerjakan, namanya nggak usah ditulis di kertas!". Dan ada dua kelas yang minggu ini harus pakai lab komputer yang ada koneksi internetnya karena lab komputer yang biasanya mereka pakai ternyata masih kegembok dan yang megang kunci gemboknya baru di luar sekolah. Mesikpun ada koneksi internet, nyatanya mereka nggak se-ekstrim yang gue bayangkan. Ya ada sih beberapa yang nyeleneh, malah facebookan, youtube-an juga. Tapi gue tetep kontrol sih dengan sesekali gue jalan ngeliling buat ngelihat sejauh mana progress mereka dan juga apa kesulitan yang mereka hadapi. Meskipun masih seperti yang udah-udah, kalimat "Bu, sini bu!" masih sering kedengeran di telinga gue. Oiya, di salah satu kelas juga masih ada yang sempet-sempetnya kepikiran buat nyontek kerjaan kelompok lain. Alamak, udah tugas kelompok, masih nyontek pula. Itu anggota kelompok saking pada terlalu sibuk apa gimana sampai tugas kelompok aja nggak kepegang. Akhirnya kerjaan kelompok lain yang udah selesai dan jadi sumber contekan mereka gue ambil.

Well, untuk pertemuan selanjutnya gue masih berfikir metode dan media apalagi yang bisa gue gunakan dalam proses pembelajaran. Alhamdulillah gue dikaruniai Allah tangan yang nggak bisa diem, jadinya, entah itu nulis, nggambar, bikin bikin printilan gitu gue bisa lah dikit-dikit. Kreatifitas guru dalam pembuatan media itu perlu banget, apalagi buat gue yang nggak mesti pakai proyektor buat ngajar (karena di lab yang biasanya itu nggak ada proyektor dan ruangannya nggak bisa dibikin agak gelap). Karena pas gue dulu microteaching di kampus sama PPL di sekolah itu gue selalu pakai media pembelajaran slide powerpoint. Eh tapi pernah sih pas microteaching di Candi Ratu Boko itu gue bikin media juga buat belajar di luar kelas. Pernah kepikiran buat game di kelas gitu, tapi gue takut gue nggak bisa ngontrol diri gue sendiri kalau gue emosi pas mereka berisik atau ngganggu kelas lain (kelas nggak kondusif) jadinya gue memilih alternatif media lain dulu aja deh. Mungkin gue butuh diskusi sama temen-temen sesama guru muda lainnya. 

Untuk minggu ini gue juga udah mulai mengendorkan aturan di kelas gue. Dari yang dulu strict banget murid-murid gue harus anteng, nggak boleh dengerin musik, ada yang nanya rada nggak sopan gitu terus muka gue langsung jutek, sekarang mereka gue izinkan dengerin musik asal nggak ngganggu temennya yang lagi belajar. Tapi tetep, ada aturan lain yang masih gue tegakkan, yakni menghormati orang lain yang sedang bicara di depan kelas (siapapun, guru maupun teman), tidak plagiasi dan nggak boleh pakai jaket/topi di dalam ruangan. Hal ini gue lakukan setelah gue ngobrol sama beberapa  guru senior dari dalam dan luar sekolah bahwa ngajar itu santai aja. Nggak usah dibawa terlalu serius karena gajinya juga nggak terlalu serius (beneran ada yang pernah bilang gini ke gue haha), terus kalau misalnya jam terakhir murid-murid udah pada minta pulang yaudah segera akhiri pelajaran (serius ada yang pernah bilang kayak gini ke gue juga haha). Pendapat-pendapat seperti itu nggak sepenuhnya gue setuju sih, gue tetep merasa ada tanggung jawab yang harus gue lakukan dan ada hak mereka yang harus gue sampaikan. Jadinyaaaa, kalau untuk permasalahan jam pulang, kelas yang gue ampu di jam terakhir seringnya pulang paling belakang. Saat sekolah udah sepi dan bahkan di ruang guru juga udah nggak ada orang. Hehe.

Ini gue nulis sambil nungguin murid-murid nyelesaiin tugasnya. Semoga kedepannya mereka jadi anak yang sholeh-sholehah, cerdas, bertanggung jawab, berbakti pada orang tua, berguna buat nusa bangsa agama dan negara, berbudi pekerti luhur, cinta alam dan kasih sayang sesama manusia, patriot yang sopan dan ksatria. Lah malah jadi dasa darma. Pokoknya semoga motivasi sekolah mereka bisa berasal dari dalam diri sendiri bahwa mereka butuh ilmu, jadinya mereka nggak perlu bolos lagi pas jam pelajaran masih berlangsung.

Aamiiin.

ps. kemaren pas ngajar, ada murid yang ngelucu gitu terus gue senyum-ketawa gitu. Dan itu kayaknya adalah hal yang sangat jarang mereka lihat dari gue hahaha :D (they look 'gumun')

8 Agustus 2016

(Hampir) Penipuan Berkedok PT. TASPEN


Siang ini telfon rumah simbah berdering, kemudian gue angkat. Orang di telfon nyari simbah, yaudah gue kasihlah telfon itu ke simbah. Tadi itu gue lagi ngelanjutin beres-beres kamar. Gue nggak bermaksud nguping sih, tapi kedengeran kalo simbah dapet telfon dari seseorang yang ngakunya dari PT. TASPEN dan sekilas gue juga denger soal dana deviden gitu.

Setelah dapet telfon itu, simbah diminta telfon orang TASPEN Jogja, katanya namanya Pramono Hadi (kalo nggak salah), nomernya 081288678768. Setelah telfon pak Pramono itu, simbah dioper lagi suruh telfon TASPEN pusat di Jakarta untuk bicara sama Pak Drs. Sugiyantoro (021-3269172 atau 081380664993). Nah pas telfon ke TASPEN pusat ini lamaaaaa banget, gue nggak ngerti bicarain apa aja, yang jelas simbah ditanya punya rekening apa dan dimintalah itu nomer rekening. Simbah gue kemudian nyebutin nomor rekeningnya.

Gue yang sering banget baca berita soal penipuan dari telfon gitu langsung menghentikan aktivitas gue dan langsung searching di google soal penipuan yang berkedok PT. TASPEN. Tara! Ternyata emang ada, persis. Kaitannya tentang dana deviden buat pensiunan PNS yang nominalnya katanya Rp. 50.000.000. Gile aje, penipunya pinter banget cari sasaran para pensiunan yang notabene udah berusia lanjut, jadi mungkin menurut mereka lebih gampang ketipu.

Setelah yang katanya Pak Sugiyantoro itu selesai telfon, gue nyamperin simbah dan mengutarakan kecurigaan gue. Awalnya simbah kayak agak sangsi gitu sama pendapat gue. Tapi terus gue bilang kalau kejadian kayak gini udah sering banget dengan modus yang beda-beda. Simbah kemudian bilang, "Ya wis, bar iki jarene arep telfon meneh kok..". Yaudah gue tungguin deh itu telfonnya, biar pas si penipu itu telfon lagi, gue bisa dengerin percakapannya dia sama simbah.

Nggak sampai 5 menit, si penipu itu telfon lagi. Dia bilangnya kalau untuk validasi dana deviden itu kudu pake dana sharing sebesar 5% dari total dana deviden. Simbah gue udah berusaha mengkonfirmasi langkah-langkah yang harus beliau lewati, tapi selalu dipotong sama si penipu itu. Jadi, pertamanya si penipu bilang kalau simbah harus ke TASPEN Jogja untuk cairin dana, bawa KTP sama buku tabungan apa ya kalau nggak salah. Eeeeh habis itu tiba-tiba dia ngomongin soal dana sharing yang 5%. Si penipu sampe detail banget nyuruh simbah gue, kayak gini:

Simbah: "Jadi setelah ini saya langsung ke Bank BPD?"  (Karena simbah punyanya rekening di BPD, gue gak tau detail awalnya sih tapi tadi sempet bilang kayak gini)
Penipu: "Sebelum bapak ke BPD, Bapak ke BRI dulu pak untuk mengirimkan dana sharing, lalu nanti dananya akan diaudit untuk mencairkan dana deviden…"
Penipu: "Bapak setelah telfonnya ditutup langsung ke Bank BRI di mana saja. Ambil form pembayaran atau transfer, kemudian penerimanya ditulis Hendra Irawan. Nomor rekeningnya BRI 0541 0101 0373 500. Jumlah dananya Rp. 5.000.000 ya pak."

Disitu simbah langsung lihatin gue dan memberikan kode bahwa beliau udah ngeh kalau itu penipuan. Gue ngasih kode biar simbah iya-iya-in aja semua kata-katanya si penipu.

Penipu: "Bapak ada nomor HP?"
Simbah: "Ada…" (Reflek doong ditanya kayak gitu langsung jawab ada. Gue langsung kasih kode buat nggak ngasih nomer hpnya ke si penipu itu)
Penipu: "Boleh minta nomernya, Pak?"
Simbah: "Eee, nganu Hpnya dibawa cucu saya…"
Penipu: "Baik Bapak, berarti nanti setelah Bapak ke Bank BRI, bapak pulang dulu lalu hubungi Pak Pramono untuk konfirmasi"

Kemudian gue ngeliatin simbah wajahnya udah nggak tertarik gitu sama pembicarannya. Habis itu sebelum si penipu selesai ngomong, langsung ditutup sama simbah telfonnya. Buat lebih meyakinkan simbah, gue langsung kontak PT. TASPEN Jogja (0274) 565124, 565585, 548153 atau 548154. Operatornya langsung konfirmasi kalau PT. TASPEN nggak ada bagi-bagi dana deviden yang yang telfon simbah tadi itu memang penipuan. Clear sudah.

Sorenya, si penipu telfon lagi. Gue rasa sih mau nanyain kenapa 5 jutanya nggak masuk-masuk ke rekening dia. Pertama yang angkat simbah putri yang juga udah tau soal kejadian ini. Pas ngangkat, simbah putri langsung bilang "Salah sambung!" terus ditutup telfonnya. Sejam kemudian telfon lagi tu penipu, kali ini yang ngangkat simbah kakung. Yang gue denger dari kamar, simbah bilang gini, "Oh nggak ada, lagi nganter anaknya ke Solo!" kemudian ditutuplah telfonnya.

Menurut gue, si penipu ini cukup cerdas cari calon korbannya. Bayangin deh orang-orang yang udah pensiun kan sebagian besar udah berusia lanjut, tingkat ke-awas-an nya mulai berkurang, ditambah mungkin juga jarang baca soal modus-modus penipuan, jadinya ya kayaknya si penipu berharapnya calon korban ini gampang dikibulin. Terlebih dengan nominal yang cukup besar. Si penipu ini pakai banyak istilah yang mungkin kebanyakan orang tua nggak ngerti.  Audit lah, validasi dana lah.. Ini gue udah dapet nomor rekeningnya plus nomor Hpnya, dan mungkin setelah ini akan gue report ke pihak berwajib untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Ada hal yang bisa dijadiin pelajaran buat kasus ini, terlebih untuk menghindari penipuan. Pertama, stay focus. Jangan sampai kebawa arus kalimat si penipu. Kalau si penipu telfonnya ke HP, bisa-bisa langsung disuruh ke ATM dan dibimbing untuk (secara nggak sadar karena nggak ngerti) transfer ke rekening penipunya. Kedua, kalau udah mulai denger kalimat atau perintah yang kerasa aneh atau nggak wajar, langsung matiin aja telfonnya. Misalnya kayak disuruh transfer. Tapi biasanya si penipu nggak langsung bilang suruh transfer, tapi pakai pilihan kalimat lain kayak "biaya administrasi" gitu. Ketiga, konfirmasilah ke pihak yang bersangkutan. Kalau si penipu mengatasnamakan perusahaan tertentu, cari kontak resminya dan tanyain aja langsung ke Csnya.

"Taspen tidak pernah membagikan dividen dan  telah memberikan informasi  melalui berbagai media baik elektronik maupun cetak. Jika ada masyarakat masih  ragu  agar segera menghubungi Taspen terdekat,"- Sekretaris Perusahaan, Sudyatmoko Sentot Sudiro (link berita)

6 Agustus 2016

First Impression on My Teaching Life (2)

Kali ini udah masuk ke minggu kedua pembelajaran di semester ganjil. Tapi gue belum hafal nama siswa yang gue ajarin. Secaraaaaaaa, 8 kelas gitulooh. Butuh extra time buat menghafal nama plus wajah mereka.

Gue masih meraba-raba metode belajar seperti apa yang bisa gue terapkan di kelas mereka. Sejauh ini gue baru mencoba untuk menggunakan metode kayak Papi-Han dulu pas jaman kuliah. Kebetulan karena gue ngajar Komputer, seringnya kan praktik ya, jadi metode Papi-Han bisa dipakai.

Di minggu pertama gue kasih mereka (yang kelas XI) tugas untuk praktikum di Excel. Siapa yang paling cepet ngerjain bisa nulis namanya di papan tulis. Nanti gue nilainya berdasarkan urutan yang tertulis di papan tulis. Di kelas gue kuliah dulu cara ini cukup ampuh sih buat bikin mahasiswa diem dan khusyuk sama kerjaannya. Metode kayak gini juga bisa bikin mereka 'terpaksa' baca modul. Karena gue Cuma ngejelasin sedikit banget soal materi, dan sisanya bisa mereka pelajari di modul. Selain itu bisa menerapkan peer-teaching juga, jadi kalo pas ada yang nggak bisa nanti diajarin sama temen yang lain. Pas gue terapin di sini, nyatanya kelas berubah jadi lautan teriakan. Gue dipanggil kesana kemari buat ngecek kerjaan mereka, padahal kalo mereka udah nulis nama, gue pasti nyamperin.

Di minggu kedua gue mencoba ganti metode. Gue pengen bikin mereka nggak Cuma tau praktik, tapi juga paham teori. Jadilah di praktikum kedua gue bikin tugas praktik dan teori yang berhubungan sama praktiknya. Beberapa hasil kerjaan bikin gue tersenyum lega karena gue merasa cara ini bisa diandalkan, tapi kebanyakan bikin gue geleng-geleng karena kebiasaan copy-paste mereka belum bisa hilang. Jadi tuh ya, mereka contek-contekan, tapi nggak tau yang dicontek tuh apa. Jadilah pas gue ngoreksi, gue banyak banget nemu kata-kata aneh yang nggak ada hubungannya sama materi. Dan itu jumlahnya banyak. Kayak misalnya, 'merge cell' bisa jadi 'morgodlomder'. Anjaaaay, dapet darimana kata kayak gitu. Skill copas mereka belum dewa ternyata. Coba tanyakan pada kakak kakak mahasiswa yang tugas codingnya juga suka co-pas gimana cara ngakalinnya hehe.

Sumbernya satu orang. Yang nyontek sekelas. Udah nyontek, nulisnya salah pula. Kan bikin gurunya ketawa miris --"
Gue yang ngoreksi tugas mereka otomatis paham dong sama materinya. Ngekek sendiri sih baca hasil copas-an mereka. Di sisi lain gue mikir, ketika suatu hari duluuuuu pas gue sekolah dan mungkin gue pernah nyontek tapi ternyata yang gue contek tu ngawur, guru gue pasti juga senyum-senyum-geli kayak gue gini.

Gue masih butuh banyak banget referensi metode belajar yang bisa gue terapin di mapel komputer. Di dalam kepala gue sih ada rencana untuk game dan presentasi. Tapi untuk bisa ngegame dan presentasi kan mereka butuh paham sama materi. Buat paham kan mereka harus tau. Buat tau kan mereka harus baca. Nah, kendala membaca ini yang gue nggak ngerti deh cara menanggulanginya gimana.

Ada yang mau sharing?

First Impression on My Teaching Life (1)

Pertama kalinya gue masuk kelas adalah saat pengenalan materi pelajaran di kelas XI. Jadi ya gaes, ini sekolahnya tuh SMK yang notabene hampir 97% siswanya adalah laki-laki. Begitu masuk, wajah-wajah menyepelekan udah mulai kelihatan. Gue ngomong, mereka ikut ngomong. Lebih kenceng pula. Tiap dikasihtau, ngejawab. Pernah juga gue lagi ngomong, malah ada salah satu siswa yang nyetel lagu All of Me nya John Legend. Ya ampuuuun… Belum lagi yang tiduran di kelas sambil ngangkat kakinya. Tapi giliran gue samperin satu-satu, gue tanyain namanya, beuuuuuh suaranya nggak kedengeran. 

Mungkin secara fisik gue nggak terlalu capek, tapi tebakan gue sih hatinya yang bakal lebih gampang capek.

Pertanyaan pertama yang terlintas dalam benak gue adalah "Gue kuat nggak ya ngajar mereka?". Gue cerita sama ibuk, sama simbah, sama Farid juga soal ini dan mereka semua menguatkan gue. Ibuk bilang, "Mereka didoain biar jadi anak yang cerdas, anak yang nurut..". Iya bener sih, when you feeling down, the first thing you have to do is take a rest and pray. Gue juga tanya-tanya sama bulik yang udah berbelas tahun jadi dosen di kampus swasta. Bulik ngasih tips dan trik menghadapi siswa/mahasiswa yang 'nyeleneh'. Bulik bilang, gue harus bisa 'megang' orang yang paling berpengaruh di kelas itu. Kalo itu udah berhasil, mudah-mudahan pengikutnya juga jadi nurut. Gue juga cerita sama bapak-ibuk-camer, beliau pertamanya ketawa gitu karena mungkin gaya gue nyeritainnya lucu sekaligus mengenaskan kali ya haha. Tapi beliau yang juga berpengalaman jadi guru selama belasan tahun juga ngasih pesan-pesan.

Permasalahan lainnya adalah kalau masuk kelas diatas jam 11 siang, itu siswanya bisa dihitung pakai dua tangan. Yang bolos lah, yang kabur ke warung lah. Sampai-sampai guru di sini pada bilang, "Bu, jangan kaget ya kalau di sini emang gitu. Siswanya udah pada habis kalo udah siang..". Nah, coba, guru senior aja bilang gitu. Berarti hal semacam ini udah berlangsung lama dan guru-guru juga mungkin udah kehabisan akal buat mencegah ini terjadi.

Masih mending kalo kebanyakan 'gaya' tuh materinya bisa ya. Laaaah ini mah enggak. Gue di sini ngajar komputer, ternyata mereka ngopi file dari flashdisk ke komputer aja belum bisa. Jadilah di satu kelas, 50 menit pertama habis Cuma buat ngopi modul ke 20 komputer pake 1 flashdisk. Hihi. Teriakan "Bu… Sini bu!" atau "Bu kapan pulangnya, lama banget!" atau "Halah bu ngopo ndadak copot sepatu nang lab?" sudah lama-lama terbiasa gue denger. Yang sering bikin menghela nafas adalah saat gue teriak-teriak ngejelasin suatu materi atau tugas, dan mereka kelihatannya sih dengerin. Eeee tapi begitu gue bilang, "Ya, sekarang silakan kerjakan praktikum dan soalnya..", tiba-tiba ada yang nyeletuk, "Bu tadi suruh ngapain?". Gubrag --"

Tapi kehidupan mengajar di sini nggak selalu nggak enak kok. Di sini gue nggak perlu keluar dari sekolah buat makan siang, soalnya buibu gurunya pada bikin jadwal pemberi makanan tambahan. Hehe. Jadinya setiap hari pasti ada yang kejadwal buat bawa sayur dan lauk. (Yelah, giliran makanan aja seneng lu, Peh). Yaiyalaaah, mengajar itu butuh banyak tenaga, sama kayak pura-pura bahagia, jadinya butuh asupan energi yang banyak juga.

Diantara siswa yang mbeling itu juga terselip siswa yang kalem kalem, yang rajin ngerjain tugas, yang merhatiin kalo gue ngomong di depan kelas, yang sopan kalo nanya, dan yang nggak ngerusuhin temennya kalau lagi di kelas. Tapi yaaaa paling beberapa orang aja. Buat gue, itu sudah cukup lumayan. At least gue punya secercah harapan…..

Yah, okelah mari kita lihat kelanjutannya bakal kayak gimana. Gue ngajar di sini belum ada sebulan, dan apa yang gue tulis di atas tadi adalah berdasarkan first impression gue terhadap mereka. Semoga yang sudah baik bisa jadi semakin baik, dan yang belum baik semoga bisa mencontoh yang sudah baik. Bukankah esensi belajar adalah supaya yang belum bisa menjadi bisa, dan yang belum baik menjadi baik?

Setelah Menjadi Sarjana

Wisuda udah? Terus apa?

Setelah selesai kuliah, apa yang para sarjana akan lakukan?
Emm, banyak sih pilihannya. Mulai dari cari kerja, buka usaha, ngelanjutin usaha orang tua, ngelanjutin kuliah S2, cari beasiswa, pengen nganggur dulu atau mungkin ada yang pengen langsung nikah dan jadi full-time-housewife?

Kalo gue sih kepengennya langsung jadi full-time-housewife tapi apa daya belum bisa. Hihi. Masih ada prasyarat yang harus dipenuhi sebelum bisa sampai ke sana. Kalo buka usaha, Alhamdulillah sejak masih kuliah gue udah punya usaha kecil-kecilan sama partner-in-crime gue dan sampai sekarang masih berjalan. Kalo cari beasiswa buat kuliah S2, emmm, gue emang punya keinginan buat study abroad ke Ostrali sana suatu saat nanti, tapi itu bukan jadi prioritas utama gue sekarang. Nah, pilihan gue kemudian jatuh ke cari kerja. Pilihan ini adalah pilihan paling memungkinkan sambil gue menyisihkan uang receh buat beli kulkas dua pintu buat ditaroh di rumah gue nanti kalo udah nikah. Haha.

Gue wisuda bulan Mei 2016, cukup telat sih untuk ukuran mahasiswa yang masuk tahun 2011. Setelah yudisium di bulan Maret, gue cukup punya banyak waktu buat take-a-rest setelah setahun lebih ngerjain skripsi yang nggak kelar-kelar. Nah, begitu tau gue udah mau wisuda, bapak-camer ini jadi sering nanyain mau kerja dimana, gituuu. Beliau nawarin beberapa channel sekolah yang mau buka rekrutmen buat guru baru (Yap, gue sarjana pendidikan ceritanya). Awalnya gue kayak, "Duh gue pengen cari sendiri aja deh soalnya kalau nanti kedepannya gimana-gimana, gue nggak enak kalau mau resign". Tapiiiii, singkat cerita akhirnya gue dipilihin lah satu sekolahan yang kepala sekolahnya adalah temen bapak-camer. Gue nggak serta merta masuk gitu aja lho yaaa, gue tetep dateng ke sekolah buat wawancara dan ngasihin berkas lamaran juga.

Pertamanya gue ngerasa agak berat karena lokasi sekolahnya lumayan jauh di pinggir Jogja. Dan gue belum pernah punya pengalaman untuk ngajar di salah satu sekolah berbasis yayasan ini. Sebagai sarjana baru lulus, mestinya seneng dong ya langsung dapet kerjaan. Tapi gue kayak yang ragu gitu. Rasanya nano-nano. Seneng iya, deg-degan iya, takut iya. Gitu lah.

Pas bulan Ramadhan kemarin, beberapa minggu setelah gue wawancara, dan bersamaan dengan gue lagi recovery pasca keracunan makanan yang gue masak sendiri (Anjay banget kan), pak kepala telfon gue yang ngabarin kalau gue resmi diterima di sekolahannya dan bakal dihubungi lagi untuk koordinasi selanjutnya. Sehari, seminggu, sebulan, sampai hampir masuk tahun ajaran baru gue nggak dikontak lagi sama pak kepala. Gue bertanya-tanya dalam hati "Ini gue jadi ngajar atau enggak yaaaa". Jadinya juga gue nggak terlalu banyak persiapan materi pelajaran, soalnya gue juga belum tau bakal ngajar apa. Cuma sedikit persiapan pakaian ngajar dari ibuk yang seneng banget anaknya bakal jadi guru. Akhirnya, pas H-2 tahun ajaran baru, gue dapet sms buat dateng rapat di sekolahan. Okey, fix gue bakal jadi bu guru beneran.

Ekspektasi gue sengaja gue turunin karena gue nggak mau berharap terlalu ketinggian di sekolah yang bakal jadi tempat gue ngajar. Gara-garanyaa, gue kan punya tante yang rumahnya deket sama sekolahannya, nah tante gue bilang kalau anak-anak di sana tuh pas jam belajar masih banyak yang suka nongkrong di warung. Wet, seketika gue tau anak-anak seperti apa yang akan gue hadapi nanti.

Pas rapat koordinasi dan pembagian tugas, gue baru tau mata pelajaran apa yang akan gue ampu selama satu tahun ke depan. Gue bakalan ngajar di 8 kelas. 4 kelas X dan 4 lainnya kelas XI. Yang satu jurusannya berhubungan dengan komputer, yang satu berhubungan dengan kendaraan.

Hari-hari terlewati sampai gue pertama kali masuk kelas………………………………………………….