31 Juli 2013

Mengenal Diri Sendiri


Dalam sebuah sesi, dimana seseorang diminta untuk menjelaskan mengenai dirinya sendiri.
"Anda itu orangnya seperti apa?"
"Saya itu....... Emm...... Emm........"
Lamaa sekali kalau suruh menilai diri sendiri. Biasanya sih yang disebut bakalan yang jelek-jelek. Iya nggak? Padahal ketika seseorang diminta untuk menilai orang lain, maka biasanya pula yang disebut adalah hal-hal baiknya. Kecuali dalam sesi tersebut ada perintah, katakan sejujurnya, baik dan buruknya.

Itulah sebabnya mengapa kita lebih sering untuk mendengar opini orang lain tentang diri kita. Istilahnya, dievaluasi oleh orang lain akan lebih baik. Memang. Karena dengan hanya menilai diri sendiri dari kacamata pribadi, kita hanya akan melihat sebatas apa yang kita lihat. Sebatas apa yang kita rasakan. Jika itu jelek maka kita akan menganggap diri kita jelek, jika itu baik maka kita akan menganggap diri kita baik.

Untuk itu kita butuh orang lain. Butuh kacamata lain. Butuh pendapat lain diluar pendapat kita sendiri. Dengan mendengar pendapat dari orang lain, kita membuka pandangan kita lebih luas. Tidak hanya melihat apa yang kita lihat, tetapi juga mendengar apa yang orang lain katakan. Jadi lebih bisa mengevaluasi diri demi kebaikan diri sendiri maupun orang lain disekitar kita. Dengan mendengarkan pendapat dari orang lain tentang diri kita, membuat kita belajar bagaimana caranya untuk tidak egois.

Tapi sudahkah kita mengenal diri kita sendiri lebih dalam? Sudahkah kita benar-benar memahami, apa yang sesungguhnya kita inginkan?

Yang tau apa yang diri kita mau ya bukan orang lain, tapi diri kita sendiri. Mendengar pendapat orang lain memang perlu, tapi bukan berarti tidak memberikan kesempatan kepada diri sendiri untuk menilai. Kita hidup dua puluh empat jam dalam sehari, tujuh hari dalam seminggu, seharusnya kita bisa mengetahui seperti apa diri kita. Apa kebiasaan kita. Apa yang membuat kita senang. Apa yang membuat kita sedih. Apa yang membuat kita marah. Dan bagaimana selama ini kita menghadapi semuanya.

Kemudian saya berkaca pada diri saya sendiri, sudah sejauh apa saya mengenal diri saya sendiri?

Saya mungkin seseorang yang pada suatu waktu bisa jadi sangat disiplin dalam hal ketepatan waktu, tetapi dalam suatu waktu saya bisa menjadi seseorang yang bisa dibilang pemalas soal ketepatan mengerjakan tugas. Soal ketepatan waktu, teman-teman saya sampai hafal kalau saya bukan tipe jam karet. Kemudian, saya ini orangnya cerewet. Nggak bakalan bisa disuruh diem lebih dari satu jam, bisa-bisa saya langsung pusing. Tapi dalam suatu waktu saya bisa menggunakan kecerewetan saya itu untuk membagikan pengalaman yang pernah saya alami, dalam bentuk ucapan maupun tulisan. Harapannya ya semoga bisa mejadi inspirasi untuk siapapun yang mendengar atau membacanya. Terus, saya masih ngerasa saya seneng nyinyirin orang. Terutama kepada orang yang udah bikin 'nggak sreg'. Tau sih kalo itu jelek, saya pengen ngubah.

Tapi harus merubah kebiasaan jelek itu darimana?

Dari hal kecil. Dari diri sendiri. Dari sekarang.
Teorinya sih gitu. Saya sering dikomentarin soal penyinyiran saya terhadap orang lain. Saya pribadi pun paham kalau itu nggak baik, saya udah berusaha nahan tapi tetep aja keluar. Apakah itu tandanya saya belum kenal diri saya sendiri?

Saya tipe yang suka selftalk. Artinya ketika saya ingin menasihati orang lain, saya kembalikan itu semua ke diri saya. Sudahkah saya lebih baik daripada orang lain yang ingin saya nasihati? Bukan sok tua atau sok tau, tapi saya cuma pengen memperbaiki apa yang sekiranya masih kurang baik. Di mata siapa? Di mata saya, dan dimata orang-orang lain.

Silakan lakukan apapun sesuka kita. Kita berhak melakukan apapun. Dalam teori hak dan kewajiban yang pernah saya dapet waktu kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, kita memang punya hak. Terserah mau ngelakuin apa aja. Tapi yang perlu diingat, hak kita memiliki batas. Apa itu? Batasnya adalah hak orang lain. Setelah itu kita punya kewajiban untuk menghormati hak orang lain.

Dengan mengenal diri sendiri, seharusnya kita jadi tau mau dibawa kemana arah hidup kita. Lebih bisa merencanakan proposal kehidupan untuk kemudian diajukan kepada Tuhan dengan harapan bisa di acc. 

Pernah dapet pertanyaan dari Adit,

"Kamu mau jadi orang bahagia apa orang sukses?"
"Orang bahagia.."
"Berarti, lakukan apa yang kamu senangi.."
"Kalau orang sukses?"
"Senangi apa yang kamu lakukan.."

#tulisan ngelantur yang idenya tercipta pas pulang dari kampus. nggak masuk? nggak nyambung? ya nggak apa-apa

1 komentar:

Komentar dari: