"Merantaulah. Itu yang membuatmu tau kenapa kamu harus pulang"
Pepatah itu baru beberapa waktu lalu saya baca, dan saya sudah benar-benar bisa memahaminya sekarang. Sebagai anak yang menuntut ilmu jauh dari orang tua, pasti akan rindu dengan suasana rumah. Di awal masa perantauan saya dulu, tahun 2011, rasanya masih menggebu-gebu banget suasana pengen lepas dari rumah. Apalagi saya 18 tahun tinggal sama orang tua, dan nggak pernah pergi jauh dalam jangka waktu yang cukup lama dari mereka.
Jogja. Jogja memang pilihan saya sejak saya kecil. Sewaktu saya kecil dulu, ternyata saya cukup visioner. Hehe. Saya selalu menjawab "nanti mau kuliah di Jogja terus jadi guru" tiap ditanya sama orang-orang. Ketika itu motivasi saya hanya karena saya senang dengan atmosfir Jogja. Yang ada di pikiran saya ketika kecil dulu, tinggal di Jogja itu enak. Udah. Alhamdulillah Tuhan menjawab doa saya dengan memilihkan Universitas Negeri Yogyakarta.
Awal masa perantauan, saya pulang tiap liburan semester. Bisa dibilang lima-enam bulan sekali. Waktu itu saya masih bener-bener menikmati masa transisi saya dari siswa yang jarang banget main jadi mahasiswa yang bisa bebas kemana-mana. Masih seneng-senengnya temenan, masih mengeksplor diri dan beradaptasi dengan lingkungan serta orang-orang Jogja, sering banget main. Pokoknya masih selalu seneng setiap saat. Tiap punya kesempatan pulang, selalu ada rasa bahagia. Bahagia bisa ketemu orang tua lagi, bahagia bisa menjenguk dan berbakti buat mereka lagi. Dan ketika kembali ke Jogja untuk merantau lagi, saya juga bahagia. Bahagia karena saya punya dunia baru yang ingin saya gali lebih dalam lagi.
Sampai pertengahan 2012 kemarin, saya merasa motivasi saya pulang hanyalah karena keberadaan orang tua saya di Bogor. Selebihnya, hidup saya sudah di Jogja. Saya merasa nyaman. Saya merasa bisa dengan bahagia menjadi salah satu bagian dari kota pelajar ini. Terlebih, ada yang merindukan kepulangan saya ke Jogja lagi. Entah apakah kesalahan pemahaman soal pulang itu mulai berawal dari sini. Ketika saya pulang pada masa itu, saya merasa ingin lekas kembali ke Jogja. Hati saya tertambat di dua tempat. Bogor dan Jogja. Entah mana yang memiliki presentase lebih besar.
Awal 2013, kepulangan saya ke Bogor juga sudah direncanakan. Ketika itu liburan semester ganjil. Entah kenapa saya merasa ada sesuatu yang salah dengan kepulangan saya kala itu. Benar saja, ada masa-masa berat yang harus saya hadapi dalam kepulangan saya kala itu. Permasalahan jarak jauh yang sempat membuat saya sakit menjelang kepulangan saya ke Jogja. Dalam kondisi yang masih sakit itu, saya harus kembali ke Jogja. Ternyata saya tidak kuat menahan semuanya sendiri disana. Saya butuh pulang.
Saat ini, pertengahan tahun 2013. Saya kembali pulang. Kali ini saya merasa perlu kembali karena saya tau, ada sebuah tempat dimana saya bisa menemukan kembali semangat saya yang sebenarnya. Karena saya tau, ada sebuah tempat dimana sesungguhnya motivasi sebenarnya berada.
Saya baru mengerti hakikat pulang yang sebenarnya. Pulang adalah ketika saya merasa berada diantara orang-orang yang selalu memposisikan saya sebagai penggenap. Sehingga tanpa adanya saya, semuanya terasa ganjil. Pulang adalah ketika sejauh apapun kita pergi merantau, kita selalu ingin kembali pada satu titik dimana kita bisa me reset semuanya dari awal lagi. Pulang adalah sebuah keadaan dimana hanya ada ketentraman disana.
Cinta itu melepaskan. Melepaskan untuk pergi sejauh-jauhnya, sebebas-bebasnya. Karena jika memang cinta, dia akan kembali pulang. Begitu pula orang tua kita, rela melepas kita pergi merantau sejauh-jauhnya. Demi segala harapan yang mereka gantungkan, serta cita-cita yang ingin kita gapai. Hingga suatu hari nanti, saat semuanya sudah berhasil dijalani, akan ada masa dimana kita membawa hasil yang telah kita dapatkan untuk dibawa pulang. Entah hasilnya baik ataukah buruk.
Bukankah pada prinsipnya, hidup kita juga merupakan ladang perantauan?
Dan untuk tahu benar rasanya pulang, merantaulah :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar dari: