11 Januari 2013

Sepotong Hati yang Baru

picture from here

Gile bacaannya Tere Liye men. Terus kenapa? Hehe. Kemaren sore diminta adek sepupu nganterin ke toko buku. Dan walaupun awalnya nggak niat beli, tapi baca di sampul belakangnya, saya jadi kepengen beli.

Kita hanya punya sepotong hati, bukan?
Satu-satunya.


Lantas bagaimana kalau hati itu terluka?
Disakiti justru oleh orang yang kita cintai?
Aduh, apakah kita bisa mengobatinya?
Apakah luka itu bisa pulih, tanpa bekas?
Atau jangan-jangan,
kita harus menggantinya dengan sepotong hati yang baru?

Lantas apakah tetap cinta namanya meski
telah kehilangan kepercayaan dan komitmen? Apakah kita bersedia
mengorbankan cinta demi kepentingan yang lebih besar,
atau tetap dengan ego demi kebahagiaan sendiri?
Ada banyak pertanyaan tentang sepotong hati ini.

Maka, semoga datanglah pemahaman baik itu. Bahwa semua
pengalaman cinta dan perasaan adalah spesial. 
Sama spesialnya dengan milik kita.
Tidak peduli sesederhana apapun itu,
sepanjang dibungkus dengan pemahaman-pemahaman yang baik.

Hoh :O Saya pikir ini buku malah bikin tambah penasaran sama isinya. Tentang patah hati kah? Tapi Tere Liye setau saya buka tipe penulis macam itu. Yang jelas, kok saya malah ngerasa bakalan dapet insiprasi dan motivasi kalau saya beli buku ini. Yaudah akhirnya saya beli.

Sampe rumah, saya baca dan dalam waktu semalam, 206 halaman sudah habis saya baca. Hehe. Dan ternyata memang benar, isinya sungguh...sungguh menyentuh.

Isinya bukan soal cinta menye-menye, dan pemahaman cinta yang bukan hanya sekedar datang dan pergi. Pokoknya bagaimana kita menghadapi dan menyikapi cinta. Mulai dari menghadapi soal GR-GRan ala anak muda, sampai pengorbanan seorang perempuan demi keluarga dan adik-adiknya ia rela untuk menikah dengan seseorang yang bahkan baru bisa mencintainya dengan tulus setelah berpuluh-puluh tahun bersama. Cerita soal kepercayaan dan komitmen, serta luka dan bagaimana seseorang bersikap terhadap luka tersebut. Bahwa luka tidak hanya meinggalkan kesedihan tapi juga kekuatan, dan kekuatan dari luka itu datangnya dari hati. Sampai saya baca di bagian cerita tentang Rama dan Shinta.

Saya tidak pernah ingin kisah saya ini seperti kisah Rama dan Shinta yang saya baca dalam buku Sepotong Hati yang Baru karangan Tere Liye ini. Mengapa? Saya tidak ingin mencintai seseorang dengan keragu-raguan dan ketidak percayaan. Ketidakpercayaan hanya akan membuat saya terbunuh dengan keresahan saya sendiri. Tidak perlu juga, sebuah kesepakatan yang telah dibuat perlu diingatkan setiap hari, bukankah itu adalah tanda bahwa kita tidak percaya?

Sebetulnya saya masih belum paham sepenuhnya, batas untuk mempercayai seseorang. Saya ingin menjadi manusia internal. Apa yang terjadi pada diri saya adalah apa yang selama ini saya usahakan, saya tidak pernah ingin menyalahkan siapapun termasuk keadaan, tapi tingkatan kepemahaman saya belum setinggi itu untuk sepenuhnya menjadi manusia internal. Hasil yang saya dapat, itulah usah saya.

Selama saya tidak mempercayainya, selama itu pula cinta itu semu dan tidak bisa sepenuhnya dinikmati. Bagaimana mau menikmati kalau setiap hari saya hanya berfikir yang bukan-bukan pada orang yang saya sayang. Ah, pasti dia lagi smsan sama perempuan lain.. Atau, ah pasti habis telefon saya, dia telefon perempuan lain. Selamanya saya berfikir seperti itu, selamanya hati saya akan tergerus dengan rasa khawatir saya yang berlebihan. Cukup kan satu komitmen di awal? Lakukan hal terbaik yang bisa saya lakukan, berdoa pada Tuhan karena Dia lebih tau bagaimana caranya  untuk menjaga dan menyampaikan rindu-rindu saya pada orang yang saya sayang, selebihnya percayakan padanya. Kalau ia benar sayang pada saya, ia tidak akan menyakiti saya.

Ditanya kisah nyata atau bukan. Yang jelas saya tidak pernah ingin seperti itu. Kepercayaan memang sangat mahal artinya. Sekali ia rusak, proses pengembaliannya butuh waktu dan pengorbanan yang panjang. Dan pada akhir kisah Rama dan Shinta yang saya baca, meskipun Rama dan Shinta saling mencintai dan rasa cintanya tidak pernah berkurang semenjak mereka pertama bertemu, tetapi karena Rama terlalu sering mendengarkan omongan orang lain dan tidak mempercayai Shinta, maka setelah Shinta lelah untuk bersabar menghadapi Rama selama 12 tahun masa pengasingannya, ia minta kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Dan saat Shinta menghilang itulah, baru Rama menyesali segala perlakuan dan rasa ketidak percayaannya pada Shinta.

Dan memang, sesuatu baru akan terasa nilainya jika kita sudah kehilangannya. Saya nggak mau menyesal seperti itu. Cukup diwakili oleh Rama saja. Hehe.

Masih banyak kisah-kisah lainnya, karena ini memang buku kumpulan kisah. Nggak rugi juga beli buku ini, saya jadi dapet sudut pandang baru untuk menyikapi beberapa hal dalam kehidupan nyata saya. Buku ini adalah serial dari buku Tere Liye yang lainnya, yaitu Berjuta Rasanya, dan saya belum sempet baca buku itu juga. Mungkin lain kali, kan waktu liburan saya masih lamaa.. Hehehehe.

Kalau sepotong hati saya? Emm, sudah ada yang punya tuh :3 *colek masnya*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar dari: