28 Oktober 2010

Ketika Harus Menyerah Pada Waktu

                Pagi ini, pagi di bulan Oktober 2009.

                Fani mengawali harinya dengan bimbel di salah satu tempat bimbingan belajar terkemuka dikotanya. Langkah Fani begitu lunglai karena ia merasa sangat malas untuk berangkat ke sana dipagi yang dingin itu. Sekolah Fani memang masuk siang, karena itulah, ia mengikuti bimbel di pagi hari. Beberapa kali Fani menguap, ia masih merasa sangat mengantuk karena semalam ia begadang mengerjakan tugas biologi dari gurunya.

                Seperti biasa, Fani selalu datang paling pertama di kelasnya. Namun alangkah kagetnya saat ia melihat seorang siswa laki-laki yang duduk di bangku paling belakang. Sejenak Fani berhenti di depan pintu, sambil menerka, siapa ya laki-laki itu? Rupanya Fani memang tidak kenal, dan akhirnya Fani hanya duduk di depan laki-laki itu tanpa berkenalan terlebih dahulu.

                Tidak beberapa lama, teman-teman les Fani datang. Mikha, Rifa, dan Ajeng memasuki kelas sambil menyapa Fani. Saat Mikha melihat sosok lelaki itu, ia berkata,

                “Eh, Fito, lu les disini juga?” , tanyanya
                Seseorang yang dipanggil Fito itu menoleh kearah Mikha. “Eh elu, Mikh. Iya nih, hehehe”
                Fani terdiam, ternyata Mikha kenal dengan lelaki itu. Dan tanpa ragu, Fani berkata, “Mikha, kok kenal sih sama dia?”. Mikha menjawab,
                “Yaiyalah, dia kan temen sekelas gue disekolah, Fan. Masa lu nggak tau sih?” Mikha malah balik bertanya. Jujur saja, Fani memang tidak pernah bertemu, apalagi mengenal Fito. Jadi, Fani agak linglung saat ditanya seperti itu oleh Mikha.
                “Hah? Enggak kok. Emang dia dulunya kelas X berapa sih?” Tanya Fani
                “X-D, Fan. Haduh lu payah banget masa nggak tau” Ujar Mikha. “Yaudah, kalo nggak tau, sekarang kenalan dulu. Fito, ini Fani. Fani, ini Fito” Ujar Mikha lagi sambil memperkenalkan Fani dan Fito.
                “Fani”, Fani mengulurkan tangannya dan disambut oleh Fito. Begitupun sebaliknya.
                Begitulah perkenalan Fani dan Fito. Mereka mulai berteman sejak itu. Mereka terlihat dekat, karena itulah teman-teman les mereka menjodoh-jodohkan mereka. Fani dan Fito hanya bias mengelak. Namun, lama kelamaan, Fani mulai merasa ada perasaan yang lebih terhadap Fito.
                Intinya, Fani jatuh cinta dengan Fito, tapi Fito tidak tahu.
              Mereka memang hanya bertemu di tempat les, berbagi segalanya di tempat les. Fani mengagumi setiap hal yang dilakukan dan dimiliki Fito. Yah, namanya juga percintaan anak muda.
                ***
                Desember 2009,
                Ujian Semester 1 dimulai. Fani sering ber-sms ria dengan Fito. Saling menyemangati agar tetap fokus dalam Ujian semester kali ini.
To : Fito
Semangat, Fitooo J Hari terakhir nih !
From : Fito
Iya, Fan. Semangaaaat !
                Begitu selalu, sampai ujian semester berakhir dan berlanjut pada hari-hari berikutnya.
                Suatu hari, Fani sedang bercerita kepada teman-temannya mengenai perasaannya kepada Fito. Saat sedang asyik bercerita, tanpa Fani sadari, Fito mendengar semuanya.
                “Emang lu suka sama Fito dari mananya sih Fan?” , Tanya Mikha
                “Semuanya. Dia tuh, ganteng, sholeh, pinter pula” Jawab Fani
                “Ih padahal kan kalo di kelas dia tuh cacat banget Fan. Coba aja lu tau aslinya dia kaya gimana, pasti langsung ilfil. Kaya gue nih contohnya.Hii….”
                “Hahaha bisa aja lu Mikh. Gapapa, kan menerima segala kekurangan dia adalah tahap awal gw..” Ujar Fani. Masih banyak hal lain yang Fito dengarkan dari percakapan Fani dan Mikha. Dan sejujurnya, Fito mulai agak tidak suka terhadap sikap Fani yang berlebihan kepadanya, namun Fito berusaha menutupi itu semua agar tidak menyakiti hati Fani.
                Begitu seterusnya, Fani masih dan terus mengagumi Fito. Menceritakan tentang segala hal tentang Fito. Selalu mencari Fito apabila ia menghilang dari pandangannya. Dan saat itu juga, Fito merasa risih selalu diikuti Fani. Perlahan, Fito mulai menjauhi Fani. Dimulai dengan tidak menyapa Fani saat berpapasan, sampai tidak membalas sms-sms dari Fani.
                Fani yang merasa dijauhi Fitopun heran dan sedih. Namun ia tak punya keberanian untuk menanyakan hal itu pada Fito. Dia hanya diam, dan bercerita kepada salah satu lelakinya, Rifki. Rifki beberapa kali dicurhati oleh Fani. Namun sayangnya beberapa curhatan Fani, disebarluaskan oleh Rifki. Padahal sebelumnya Rifki telah berjanji tidak akan membocorkan pada siapapun, termasuk kepada Fito. Fani bisa saja tidak percaya lagi pada Rifki, namun Fani yang sudah bersahabat selama 6 tahun dengan Rifki, memaafkan Rifki yang membocorkan rahasianya. Walaupun dengan demikian, Fito semakin tahu apa yang sebenarnya Fani rasakan terhadap Fito.
                Fani menajdikan Fito sebagai pusat dari dunianya, dari hari-harinya. Menjadikan Fito sebagai alasan apabila Fani melakukan sesuatu. Semakin Fani giat menegjar Fito, Fito semakin menjauhi Fani. Sempat Fani berfikir bahwa Fito sudah mengetahui perasannya, namun Fani segera berfikir “Yaudahlah biarin aja dia tau. Toh cepat atau lambat dia bakalan tau”
                Tetapi, meskipun Fani tahu bahwa Fito sudah berubah dan tidak lagi se ramah dulu, Fani tetap tidak bergeming. Ia selalu mengatakan bahwa ia hanya ingin mempertahankan apa yang dia rasakan, apapun respon yang diberikan Fito. Walupun, tak jarang Fani menangis karena tingkah Fito yang membuat Fani bersedih.
                Tahun ajaran baru, Juli 2010
                Hari pertama sekolah, setelah libur panjang selama 2 minggupun datang. Seperti biasanya, setiap tahun ajaran baru, selalu ada pembagian kelas. Sesampainya Fani disekolah, ia bertemu Rifa
                “Hey, Fan. Sayang ya kita nggak sekelas ..” Ujar Rifa sedih
                “Ha? Masa iya? Terus gw sekelas sama siapa dong?” Ujar Fani sambil bergegas menuju papan pengumuman. Ternyata, Fani tidak sekelas dengan sahabat-sahabatnya, apalagi sekelas dengan Fito. Pupuslah harapan Fani untuk satu langkah lebih maju mendekati Fito.
                Hari-hari yang dijalani Fani dan Fito semakin aneh dan tidak wajar. Pertemanan mereka seperti semu. Mereka saling menutupi atas segala yang terjadi. Mereka berlindung dibalik kata ‘teman’. Mereka sepeti teman, tapi mereka bukan teman. Fito selalu memperlakukan Fani berbeda dengan teman-teman yang lain. Mengucilkan Fani, tak pernah menyapa Fani. Maka dari itu, ketika suatu hari Fito mengajak Fani berbicara, Fani senang bukan main.
                Saking senangnya, ia tumpahkan kebahagiaan itu di situs jejaring sosialnya. Berharap agar seluruh dunia tahu bahwa ia sedang bahagia. Tapi, Fito yang mengetahui hal tersebut merasa tindakan Fani berlebihan. Sehingga ada sedikti rasa menyesal bahwa ia telah menyapa Fani tadi.
                Fani sering pergi ke kelas Fito dengan berbagai alasan , padahal intinya, dia hanya ingin bertemu Fito barang satu detik dua detik. Namun seringkali Fito menghilang.
                Oktober, 2010
                Tak terasa, sudah setahun masa perkenalan Fani dengan Fito. Dalam setahun ini , sudah banyak hal yang ia alami dengan Fito. Entah itu hal yang baik,  maupun hal yang benar-benar menguras air mata.
                Sampai suatu hari, ketika Fani berada di kantin, Fito dan dua temannya sedang berbicara serius. Dan samar-samar Fani mendengar percakapan mereka
                “Fito, gimana sama Fani?” Tanya Putri, teman Fito
                “Ah, gw males ngomongin dia” Balas Fito
                “Tapi kan, Fit. Kita harus menghargai perasaan orang lain ..” Ujar Faishal, teman Fito yang satu lagi.
                “Tapi, kalo dianya berlebihan, gimana?” Tanya Fito.
                Fani yang ketika itu sedang asyik mengunyah nasi goreng tersentak. Apakah yang dimaksud adalah dirinya? Sepertinya iya. Fani merasa dia berlebihan dalam menyampaikan perasaannya pada Fito.
                “Aduh, gw bingung nih, Putri. Gw lagi galau” Ucap Fito
                “Gue tau kok, Fit. Lo lagi terjebak diantara 2 hati kan? Udah, fokus aja sama yang itu..” Jawab Putri.
                Terlebih lagi saat mendengar percakapan itu. Nafsu makan Fani seketika menghilang. Matanya terasa pedih. Ia segera mengakhiri makan siangnya. Dan segera pergi dari kantin. Ia pulang.
                Dirumah, Fani menangis sejadi-jadinya. Ia menyesali caranya yang salah. Ia menyesali tindakan bodoh yang dia lakukan. Ia menyesali kesempatan yang seharusnya bisa ia dapat, namun sekarang hilang begitu saja. Setelah beberapa lama menangis, dan dapat berfikir jernih, Fani memutuskan utnuk mundur. Mengahpus sedikit demi sediki rasa yang ia miliki terhadap Fito. Merelakan orag yang ia sayangi, untuk orang lain yang Fani tahu, pasti lebih baik daripada dirinya, meskipun Fani tahu, ini adalah kenyataan yang sulit diterima. Tapi dia harus tetap realistis.
                November, 2010
                Kelas Fito ramai. Fani yang kebetulan baru saja keluar dari perpustakaan segera menghampiri kerumunan itu. Memeriksa, ada keramaian apa dikelas Fito.
                Ketika Fani hampir sampai, Mikha menyerbu Fani dan memeluknya. “Fan, sabar ya ..”
                “Mikh,kenapa lu? Sabar kenapa?” Tanya Fani, antusias.
                “Fito, jadian sama Winda. Barusan ..” ujar Mikha dengan hati-hati, berusaha selembut mungkin agar tidak menyakiti perasaan Fani. Jelas saja Fani kaget, tapi Fani sudah mempersiapkan hal ini dari jauh-jauh hari, saat ia memutuskan untuk mundur dari perasaannya terhadap Fito.
                “Hehe, yaudah ngga apa-apa kali Mikh. Emang dia siapa gue? Akhirnya hari ini datang juga” Ujar Fani seraya tersenyum kecut. Padahal, seberusahanya Fani menghilangkan perasaan itu, rasa itu belum sepenuhnya lenyap.
                “Pasti lu dapet lelaki yang lebih baik daripada dia kok, percaya sama gue” ujar Mikha
                “Iyaaaaaa, makasih ya Mikh. Udah ah gue ke kelas dulu ya, ngga enak nih disini lama-lama. Hehehe” Fani melangkah menuju kelas. Ketika baru berjalan beberapa langkah, ia dicegat Rifki.
                “Fani, kasih selamat dulu dong buat temen kita yang baru jadian !” ujarnya sambil menunjuk Fito dan Winda. Fanipun kaget, teman-teman yang ada disitupun kaget. Rifki sahabat Fani, bisa-bisanya dia menyuruh Fani memberikan selamat pada Fito sementara hati Fani masih tercabik dengan hebatnya.
                Fani hanya melengos pergi tanpa memperdulikan kata-kata Rifki.
                2 Bulan sebelum UN,
                Seluruh siswa kelas XII mengikuti ESQ untuk mempersiapkan UN. Di bagian akhir acara tersebut, para siswa bersalam-salaman dengan teman satu angkatan. Tak terkecuali Fito dan Fani. Fani yang semenjak mengetahui berita jadiannya Fito dan Winda sudah bisa melupakan Fito dan fokus belajar untuk UN. Saat mereka bersalaman,
                “Fan, gue minta maaf ya” Ujar Fito
                “Maaf buat apa Fit?” Tanya Fani
                “Buat semuanya. Buat semua luka yang pernah gw goreskan di hati lw” Jawab Fito, lalu pergi. Fani tidak mengerti apa yang Fito maksud dengan hal itu. Fani mengabaikannya karena memang dia sudah tidak ada rasa lagi dengan Fito.
                Keesokan harinya, siswa kelas XII IPA di sekolah Fani mendapat kesempatan untuk berkunjung ke LIPI. Mereka diberi tugas untuk mengisi buku LKS yang diberikan sekolah. Kelas Fani digabung dengan kelas Fito. Awalnya, Fito meminjam pulpen milik Fani dengan alasan ia tidak membawa pulpen.
                “Hayooooooo, Fito awas nanti Windanya marah loh. Hehehehe” Ujar Putri kepada Fani dan Fito
                “Windanya udah gw kerangkeng di kandang, Put. Jadi nggak akan lepas” Jawab Fito sambil bercanda.
                “Iya nih, Put. Bilangin sama Winda, Fitonya genit. Hehehe” ujar Fani sambil bercanda. Di LIPI, Fito banyak membantu Fani mengisi LKS. Saking asyiknya melihat-lihat, mereka tidak sadar bahwa mereka ketinggalan rombongan.
                “Fit, kok sepi ya?” Tanya Fani sambil melihat ke sekitarnya. Sepi.
                “Oh iya, pada kemana ya Fan? Wah jangan-jangan kita ditinggal, Fan !” ujar Fito sambil menelpon Faishal. Benar saja, mereka tertinggal. Akhirnya,dengan terburu-buru, mereka mencari rombongan mereka. Setelah 15 menit berputar-putar, mereka bertemu juga dengan rombongannya.
                “Lu pake nyasar segala Fan” ucap Mikha
                “Mana gue tau, tadi kan gue lagi ngisi LKS, eeeeeh tau-tanunya udah sepi aja” jawab Fani
                “Sama Fito ya?” Tanya Mikha lagi
                “Huum. Nggak enak gw sama Winda. Eh, tapi kok daritadi gw nggak lihat Winda ya?” Tanya Fani
                “Winda kan sakit, Fan. Bebaslah lu berdua hari ini hehe. Hati-hati CLBK loh sama Fito. Hehe” ucap Mikha, iseng.
                “Ih apa sih Mikha. Kita sekarang cuma temen. Nggak lebih. Kaya nggak tau aja gue sama dia dulunya gimana? Susah-susah nih perasaan ilang. Jangan sampe balik lagi deh,  NYUSAHIN! Hehe” jawab Fani.
                Begitulah Fani, berusaha konsisten dengan apa yang pernah dia putuskan.
                Ketika akan kembali ke sekolah, ternyata hujan turun dengan derasnya. Fani dan teman-teman lainnya menaiki angkot yang telah disewa menuju sekolah. Sesampainya di sekolah, baju Fani basah kuyup. Fito yang melihat hal itu segera mengahmpiri Fani
                “Neng, abis ngojekin payung ya? Basah semua gitu. Hahaha” canda Fito
                “Yee, ni anak nyolot banget. Temen lagi susah malah diketawain. Jahat ya” balas Fani
                “Hahaha peace Fan. Kasian juga ya nih temen gue, kalo masuk angin kan repot tuh nanti ibu lu. Ngga ada yang bantuin masak deh hehe. Nih, pake aja jaket gue” ujar Fito seraya memberikan jaketnya pada Fani.
                “Ah, sok baik lu, Fit. Ngga usah deh,” tolak Fani halus
                “Lu mau masuk angin? Udah deh timbang pake doang aja susah banget kayaknya” paksa Fito
                “Nggak ah, pinjem yang lain aja. Lu kan punya macan, ntar gue digigit kan ngeri banget. Hehehe” jawab Fani sekenanya. Ia merasa tidak enak hati jika harus menerima pinjaman dari Fito. Padahal Fani memang sangat butuh jaket itu.
                “Ngeyel ya. Pake, nggak! Gue nggak tega lihat lu menggigil kaya gini” paksa Fito lagi. Fani yang muali kehabisan akal untuk menolak, menerima pinjaman jaket milik Fito tersebut. “ Nah, gini kan damai Fan.” Ujar Fito
                “Heeh. Makasih ya Fit. Gue pulang dulu ya, pingin mandi, takut masuk angin beneran. Heheh. Dah Fito” Ujar Fani sambil melangkah pulang
                “Hati-hati Fan !”
                ***
                Winda mengetahui perihal Fito yang memninjamkan jaketnya pada Fani. Windapun marah besar, baik kepada Fito, maupun kepada Fani. Winda memang tidak melabrak Fani secara langsung, tetapi ia menyidir lewat statusnya di Facebook.                Mikha yang melihat status Windapun terlibat adu komentar di Facebook. Mikha membela Fani, sedangkan Winda terus-terusan menyalahkan Fani.
                Fito yang menegtahui hal tersebut, berniat untk meluruskan semuanya agar tidak terjadi salah paham. Untuk itu ia mengumpulkan Fani, Winda dan Mikha dalam satu ruangan.
                “Oke, Win. Jadi cuma gara-gara jaket?” Tanya Fito
                “Cuma?! Kamu bilang cuma. Buatku, apapun yang bersangkutan sama Fani. Aku nggak suka!” jawab Winda sambil berteriak. Fani yang tidak enak hati angkat bicara
                “Win, waktu itu gue yang minjem jaket Fito, soalnya nggak ada lagi yang bawa. Bukan Fito kok yang minjemin” Ujar Fani berbohong
                “Loh, Fan..”Ujar Fito
                “Tuh kan, apa gue bilang. Lo itu emang genit Fan. Lo itu udah kalah. Nggak bisa ya ngejauhin cowok orang?” sela Winda
                “Sorry Win, tapi gue ngga ada maksud apapun. Kalo lo emang nggak percaya ya terserah. Tapi gue sama sekali nggak ada niat apapun. Dan satu hal, jangan bahas masa lalu itu lagi.” Suara Fani meninggi. “Oh iya, Fit. Nih jaketnya, makasih”, Fani segera berjalan keluar. Ia tidak suka masa lalunya diungkit-ungkit kembali, apalagi itu tentang perasannya. Ia sengaja berbohong, bukan karena ia ingin melindungi Fito atau membela Fito. Ia hanya tak ingin Fito dan Winda bertengkar.
                Namun, pada kenyataannya. Fito tetap saja bertengkar dengan Winda. Sampai-sampai, kabar terakhir yang Fani terima, mereka putus. Fani tidak terlihat senang ataupun sedih mendengar hal itu. Bagi Fani, itu biasa. Sebiasa perasannya pada Fito.
                1 Bulan sebelum UN,
                Sikap Fani berubah menjadi lebih “perempuan”, tingkah lakunya sudah tidak se-berlebihan dulu, kata-kata yang dia ucapkan benar-benar ia jaga. Semua itu ia dapatkan dari pelajaran hidupnya selama ini. Dimana, kehidupan memberikan banyak pengetahuan. Memberikan banyak pertanda. Dan demi kesuksesannya dimasa depan, dia tahu dia harus berubah.
                1 Minggu sebelum UN,
                Fani sangat siap untuk UN, segala pikiran yang tidak berhubungan ia singkirkan sejenak. Namun ada hal yang masih mengganjal di benaknya, yaitu sms Fito tadi malam.
From : Fito
Fan, 2 bulan setelah ini. Gue tunjukkin kalo gw bisa J
                Apa maksudnya? Fani tidak pernah mempelajari rumus untuk jawaban dari pernyataan itu. Fanipun tidak pernah menceritakan kepada siapapun, termasuk kepada Mikha.
                1 Bulan setelah UN,
                Fani lega, seluruh siswa di Indonesia lega. Ia telah berhasil menyelesaikan UN dengan baik. Fani merasa usahanya tidak sia-sia. Sekarang, tinggal menunggu hasilnya. Saat senggang itulah, Fani mempunyai banyak waktu luang yang ia gunakan untuk mengikuti UTUL UGM di Yogyakarta.
                Fani pergi tanpa pamit, pamit pada Mikha, sahabatnya. Pamit pada Fito juga tentunya. Fani tidak ingin diganggu selama ia ujian di Jogja.
                Mikha dan Fito kelabakan di Bogor. Mereka mencari Fani, namun handphonenya tidak aktif sejak 2 hari yang lalu. Fanipun tidak nampak disekolah. Padahal ada yang ingin Mikha dan Fito sampaikan yang berhubungan dengan perasaan Fito kepada Fani dan juga ingin memberitahukan bahwa Fito mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Australia. Mereka sampai mencari kerumah Fani, namun saat itu rumah Fani dalam keadaan kosong. Mereka tidak mendapat hasil apapun.
                Seminggu kemudian, Fani mucul kembali disekolah. Namun, Fito sudah tidak pernah hadir disekolah semenjak Fani menghilang. Hanya Mikha yang menemui Fani disekolah.
                “Fani, kemana aja neng seminggu tiba-tiba ngilang” Tanya Mikha
                “Emm.. Ada deh. Hehehehe..”jawab Fani, misterius.
                “Wo pelit deh nggak mau ngasihtau gue. Oke yaa, cukup tau” ujar Mikha
                “Hahaha gitu aja ngambek lu Mikh, jelek ah. Nanti kalo udah tepat waktunya, gue kasihtau deh” jawab Fani
                “Kalo udah tepat waktu atau kalau ada Fito? Hehe” canda Mikha. Aku seketika tertawa.
                “Ah apaan sih kan Fito lagi , Fito lagi..”
                “Loh gapapa kan Fan. Udah selesi UN nih, lagian Fito udah putus sama Winda. Lo punya peluang kalo lo mau nyoba lagi” ujar Mikha
                “Hahaha dikirain test SIM apa ada coba lagi?” celoteh Fani. Seujurnya, Fani memang rindu pada Fito. Hanya saja ia gengsi untuk mengakuinya.
                “Serius nih gue.. Dia kelabakan nyariin lu pas lu ilang. Dan sekarang dia ikut-ikut ngilang juga” ujar Mkha
                “Lah elu kenapa bias jadi deket sama Fito?” Tanya Fani
                “Haha, gara-gara elu non. Waktu lu ngilang, kita kerumah lu, tapi kosong. HP ga diaktifin. Jahat banget sih bikin kita khawatir” ujar Mikha.
                “Maaf deh Mikh. Tapi serius deh gue tuh pergi nggak main-main. Tapi kalo mau teu gue pergi kemana, nanti aja kalo udah waktunya. Hehe” Jawab Fani.
                ***
                1 Minggu sebelum wisuda,
                Akhirnya, Fani dan Fito dapat bertemu juga. Meskipun masih satu sekolah, tapi karena jadwal Ujian Parktek dan kesibukan lainnya sangat padat, mereka baru dapat bertemu sekarang.
                “Fani, gue mau ngasihtau sesuatu sama lw..” ujar Fito “ Sebenernya ini udah lama banget gw simpen, dan lw adalah orang ke .. hmm …5 yang tau hal ini”
                “Emang yang pertama sampe ke 4 siapa Fit?” Tanya Fani
“Kedua orang tua gue, Kakak gue, adik gw, dan Mikha” jawab Fito
“Gw juga punya sesuatu buat lw Fit. Baru gue dapet kemaren ..” ujar Fani tak mau kalah
                “Punya lo apa?” Tanya Fito
                “Tukeran aja ya ngasih taunya. Nih buka..” ujar Fani sambil menyodorkan amplop coklat pada Fito, dan Fito menyodorkan map biru pada Fani. Seketika, semuanya terdiam.
                “Fit,  Ausie???” Tanya Fani kaget
                “Heheh, eh selamat ya diterima di UGM” ujar Fito
                “Jawab dulu, apa maksudnya Ausie?!” Tanya Fani lagi
                “Gue.. dapet beasiswa kuliah disana. Minggu depan gue berangkat, Fan” ucap Fito
                “Minggu depan kan wisuda Fit! Terus wisuda lo gimana?” ujar Fani seolah tak percaya dengan apa yang baru didengarnya.
                “Yaa, gue nggak ikut wisuda. Pesawat gue berangkat jam 9 Fan” jawab Fito
                Fani terdiam. Dia ingin memberikan kejutan utnuk Fito, tetapi malah ia yang dikejutkan oleh Fito. “Katanya, lo mau ke Teknik Industri UI , Fit?”
                “Tadinya emang gitu, tapi berhubung beasiswa gue tembus, ya gue lepas yang UI” ujar Fito “Kenapa Fan?”
                “Hemh, enggak enggak. Gue cuma … shock aja Fit”
                “Makanya itu, kita manfaatin waktu yang tersisa sekarang, Fan. Setelah itu, gue di Ausie, lw di Jogja. Jauh banget..”
                “Iya, Fit.. Sebelum akhirnya kita..menyesal..” Ujar Fani, terduduk. Tiba-tiba HP Fito berbunyi. Ternyata itu telfon dari ayah Fito, yang mengatakan bahwa Fito harus mengurus surat-surat untuk kuliah di Ausie. Hari itu harus berakhir disitu.
                6 Hari sebelum wisuda,
                Tadinya, Fito ingin mengantar Fani untuk memilih kebaya yang akan Fani gunakan saat wisuda. Namun lagi-lagi Fito membatalkannya, karena ia harus mengurus paspor.
                5 Hari sebelum wisuda,
                Hari itu bisa saja dia bertemu dengan Fito, hanya saja ia terlebih dulu berjanji akan datang di acara reuni SMP. Mereka gagal bertemu kembali.
                4 Hari sebelum wisuda,
Hujan deras turun seharian.
3 Hari sebelum wisuda,
Fito pergi ke kantor imigrasi. Fito berkata bahwa itu hanya memerlukan waktu 2 jam, nyatanya, seharian penuh.
2 Hari sebelum wisuda,
Karena terlalu lelah, Fito sakit thypus. Sementara Fani harus pergi ke Jogja mengurus surat-surat penting.
1 Hari sebelum wisuda,
Pukul 18.00 Fani baru tiba dirumah setelah pulang dari Jogja.
12 Jam sebelum jam 09.00 pagi

From : Fito
Fan, gue baru ngerti betapa berharganya waktu yang kita punya. Dan betapa banyaknya waktu yang kita sia-siakan selama ini. Andai saja dari dulu gue tau, kalo kita nggak akan punya waktu di saat-saat terakhir ini. Mungkin dulu gue akan menghitung setiap detik yang gue laluin sama lw. Namun, karena terlalu banayk tawa dan tangis disana, gue sampai melupakan detik demi detik itu, sampai akhirnya, tanpa terasa, waktu yang kita miliki sudah habis.
Gue minta maaf kalo gue pernah menyakiti perasaan lw. Gw tau semuanya ngga akan pernah bisa terulang lagi. Di Jogja nanti, jaga diri lo baik-baik ya. Mungkin, nanti ada orang lain yang minjemin jaketnya buat lw, waktu lw lagi kebasahan.
Maaf, gue belum bisa jujur selama ini. Kalau gue .. sayang sama lw ..

***
Fani menangis saat terbangun dan mendapati SMS dari Fito yang berisi seperti itu. Ia menyadari bahwa waktu yang dimilikinya sudah habis, tanpa pernah ia tahu bahwa kesempatannya untuk mengutarakan isi hatinya sudah hilang.
Saat Fani berangkat ke Gedung Serbaguna, Fito menelponnya. Tapi tidak Fani gubris karena Fani yakin ia akan menangis, dan ia tidak ingin make upnya luntur terkena air mata.
Sesampainya di Gedung serbaguna, acar sudah hamper dimulai. Jam menunjukkan pukul 07.00. Fani melihat sekeliling sebelum memutuskan untuk masuk kedalam. Saat ia memastikan tak ada Fito disana, ia melangkah masuk. Namun,
“FANI !” teriak seseorang diujung sana. Fani menoleh. FITO !
Mereka akhirnya bertemu, melepas segala rindu mereka.
“Fan, aku tau ini udah terlambat. Tapi aku mau bilang dari mulutku sendiri, aklo aku sayang kamu ..”
“Aku ngerti, Fit. Aku juga sayang kamu. Tapi .. maaf..”
“Maaf kenapa Fan?”
“Kamu terlambat, Ausie – Jogja bakal jauh banget..”
“Tapi kan teknologi sekarang udah canggih..”
“Aku nggak mau kamu menunggu yang nggak pasti .. Kehidupan kita bakal beda, kamu nggak mungkin nunggu aku terus. Kamu bisa cari seseorang yang lebih baik dari aku disana..”
“Oke, kalo itu mau kamu. Aku terima. Maaf Fan.. aku pergi sekarang. Kamu baik-baik ya di Jogja..”
“Iya Fit..”

***
Akhirnya Fito pergi. Mereka tidak menyimpan hutang perasaan. Walaupun terlambat, namun mereka sudah mengungkapkan. Akhirnya mereka menjalani kehidupan mereka masing-masing, menympan dalam-dalam perasaan mereka, sampai mereka menemukan pasangan sejati mereka. Namun, mereka menyadari satu hal bahwa waktu tidak pernah bisa diulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar dari: