Mengutip pesan yang dikirimkan Ulfi, Desember 2012 lalu..
"ikhlas itu kebiasaan, merasa biasa atau apalah. suatu kebiasaan itu perlu dilatih"dan suatu latihan itu butuh paksaansakit ?ya pasti lah namanya juga dipaksahanya kalo udah terbiasa dan menganggap biasa mungkin kita akan tauoh ikhlas itu ky gini toh"
Barangkali memang sesuatu perlu pembiasaan. Termasuk ikhlas. Ikhlas dalam apapun, atau dalam hal ini adalah ikhlas menerima keadaan. Membiasakan diri melepaskan. Membiasakan diri menerima tanpa perlu menggerutu. Membiasakan diri dari pikiran-pikiran kurang baik.
Oke, ngaku deh kali ini emang masih tentang perasaan. Tapi bukan postingan galau kok ini. Yang jelas, memang sepertinya benar apa yang Ulfi bilang kalau "Hanya kalau sudah terbiasa dan menganggap biasa mungkin kita akan tahu, oh ikhlas itu kayak gini toh". Jadi, ikhlas itu perkara waktu dan perkara seberapa besar diri kita menginginkan dan mengusahakannya.
Barangkali ikhlas memang disandingkan dengan tawakal. Berserah diri setelah mengusahakan yang terbaik. Sekeras apapun, kalau jalan takdirnya nggak kesitu, ya nggak bakal kesitu. Termasuk soal apa yang saya rasain. Dari dulu saya cuma minta kalau memang tempatnya disini, biarkan perasaan itu tetap ada. Kalau memang tidak disini saya cuma minta supaya perasaan itu dicabut saja. Nyatanya, saya merasa kalau memang Tuhan mengambil perasaan itu kembali. Mau gimana lagi? Yang penting sudah mengusahakan yang terbaik.. Meskipun ukuran 'yang terbaik' bagi setiap orang itu relatif.
Jadi, sekarang, udah nggak masalah kalau melihat hal-hal yang dulu bisa bikin ngais-ngais tanah atau megangin teralis jendela sambil bergelimang air mata. Tuhan pasti menggantinya dengan yang lebih baik kok. Awalnya memang saya nggak tau ikhlas itu yang seperti apa. Tapi seperti kata Pak Djoko, ketika seseorang belajar, berarti dia berproses. Ketika proses itu terjadi, seringkali bahkan kita tidak menyadari bahwa kita sudah berubah.
Mengutip lagi dari percakapan di selembar kertas tisu ketika evaluasi PMB setahun yang lalu :
Riyan : Berawal dari keterpaksaan, dijalani dengan keikhlasan insya Allah berakhir dengan kebahagiaan
Ulfi : Aamiin.. Ahaha. Jadi ngerasa terpaksa ceritanya?
Riyan : Sempat.. Meskipun sesuatu yang dipaksakan itu tidak baik, tapi kebaikan perlu dipaksakan
Ulfi : Setujulah. Kadang dari 'dipaksa' itu akan jadi kebiasaan. Sholat contohnya kan #eh
Riyan : Dari sekedar kebiasaan menjadi sebuah kebutuhan ^^
Ulfi : Yah, berarti ada benernya juga kan ya... "Keterpaksaan itu ada baiknya"
Riyan : Jika dijalani dengan keihklasan. Keterpaksaan yang ikhlas tidak sama dengan keikhlasan yang terpaksa
Ulfi : Bener bener wkwk...
Entah ini masuk ke konteks yang saya sedang singgung atau enggak, tapi paling enggak positifnya bisa diambil dan diterapkan.
Tadi siang, ketika saya sedang kuliah Metodologi Pembelajaran, Pak Djoko menyampaikan kembali mengenai materi yang dulu pernah disampaikan. Disma duduk disebelah kiri saya. Saya membuka lembaran-lembaran catatan kuliah saya untuk menemukan hal yang sedang dibicarakan Pak Djoko, tapi setelah saya bolak -balik, saya tidak menemukan catatan itu padahal teman-teman yang lain sudah bisa menjawab, dan Pak Djoko melanjutkan materinya kembali. Disma mungkin geregetan ngeliatin saya yang masih aja sibuk sama catatan kuliah minggu-minggu yang lalu hanya untuk mencari kepanjangan PAKEMB*. Kemudian Disma berkata,
"Daripada kamu mikirin masa lalu, mending ngurusin masa depan Peh"
*Kemudian nyengir*
Apakah kali ini saatnya saya berpindah? Ya, harus. Saya harus berpindah. Tidak mesti pada siapa, tapi juga bisa kepada apa. Perpindahan sekecil apapun, jika itu bisa memberi jarak dan membawa kehidupan saya menjadi lebih baik lagi, itu akan sangat berarti dibandingkan saya hanya diam di tempat. Mencari-cari kesalahan yang memang sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Tinggal doakan saja agar semuanya bisa bahagia dengan jalannya masing-masing.
Pada akhirnya, malam ini saya bisa berucap,
"Yang kali ini bukan sekedar pergi. Tapi untuk melupakanmu dan tidak lagi menganggapmu istimewa"
Selamat berpindah :)
Beberapa janji kadaluarsa bersamaan dengan disudahinya sebuah komitmen
— Fiersa Besari (@FiersaBesari) October 2, 2013
*Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan dan Berbobot
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar dari: