27 Februari 2013

Jenuh

Kadang, ada suatu masa dimana kita mulai jenuh terhadap rutinitas yang kita lakukan. Entah apapun penyebabnya. Bisa jadi karena pekerjaan kita terlalu monoton, bisa jadi karena kita nggak bisa dapat kebebasan dari rutinitas kita, bisa jadi karena kita mulai kehilangan cinta terhadap rutinitas kita.

Rasa jenuh itu manusiawi. Tapi jika berlanjut dengan perasaan terkekang, pasti ada suatu yang salah. Dimanakah salahnya? Rutinitas itu terlalu mengikat kah? Rutinitas itu terlalu memaksa kita mengikutinya tanpa bisa bertindak seperti apa yang kita inginkan kah?

Ketika kejenuhan itu mulai melanda, mungkin kita hanya butuh bergeser sedikit sejenak dari rutinitas kita itu. Pergilah ke suatu tempat yang paling senang kamu kunjungi. Buang segala kejenuhan, dan ingatlah bagaimana dulu cara kita berjuang untuk mendapatkan rutinitas itu, masa-masa bahagia saat kita bisa mendapatkan hasil positif dari rutinitas itu. Dan kejenuhan ini adalah salah satu ujian terhadap konsistensi kita terhadap rutinitas yang sudah kita pilih. Menyerah? Mundur? Apa kita yakin itu malah akan membuat kita menjadi lebih baik?

Rasa terkekang juga manusiawi. Tapi orang lain bukanlah peramal yang bisa membaca apa yang kita pikirkan. Jadi, bicaralah. Sebelum semuanya terlalu jauh mengikatmu, katakan padanya bahwa kita juga ingin punya dunia kita sendiri. Jika kita meninggalkan rutinitas kita karena kita merasa terkekang, ibarat menggenggam pasir. Kita nggak bisa sembarangan menggenggamnya, karena pasir itu akan keluar melalui sela-sela jari kita. Mungkin jumlah yang keluar tidak hanya sedikit. Tapi ketika kita menyadari bahwa ada sesuatu yang salah, segeralah perbaiki posisi tangan kita dan selamatkan sisa-sisa pasir yang masih tergenggam. Itu yang kita jadikan modal awal kita lagi untuk membangun semangat menjalani rutinitas kita.

Lalu, bagaimana jika kita terlanjur mengambil keputusan untuk melepaskan diri dari rutinitas tersebut? Butuh waktu untuk menyadari apakah keputusan itu benar atau salah. Tapi coba lihat dari sisi rutinitas yang kita tinggalkan. Kita meninggalkannya, padahal kita diberi tanggung jawab untuk menyelesaikannya. Mencari rutinitas baru? Apa kita yakin, kita tidak memiliki beban mental untuk memulai lagi, padahal rutinitas kita yang lama kita abaikan begitu saja? Semesta tidak akan berhenti memberi kita kesempatan, jika kita ingin kembali.


Apakah menyibukkan diri dengan harapan agar tidak terlalu terifikirkan akan suatu hal itu akan berdampak baik? Apakah itu juga termasuk bohong terhadap diri sendiri?

4 komentar:

  1. penting buat dilakukan klo dapet masalah kek gitu ki ditulis, keuntungan kerugiane dari rutinitas itu syukur make SWOT analisis, dengan gitu kita bisa dapet statistik buat mendukung keputusan

    #bah komen macam apa ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perasaan, buat sebagian orang kadang punya andil besar mas.. mehehehe

      Hapus

Komentar dari: